Inefisiensi Anggaran Perbesar Korupsi di Sektor Pendidikan

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Kamis, 19 Mei 2016 02:25 WIB
Berdasarkan investigasi ICW, salah satu objek yang paling banyak dikorupsi ialah Dana Alokasi Khusus (DAK) yang mencapai 85 kasus dengan kerugian Rp377 miliar.
Ilustrasi. (REUTERS/Garry Lotulung)
Jakarta, CNN Indonesia -- Inefesiensi pengelolaan anggaran telah memperbesar celah korupsi pada anggaran pendidikan. Dari hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam kurun waktu tahun 2005-2016, terdapat 425 kasus korupsi pada sektor pendidikan dengan kerugian negara mencapai Rp1,3 triliun dan nilai suap Rp55 miliar.

Pada umumnya, korupsi sektor pendidikan dididorong oleh minimnya transparansi dalam pengelolaan anggaran. "Umumnya inefisiensi dana anggaran tergambar dari masih belum transparannya pengelolaan terhadap dana pendidikan tersebut," ujar Staf Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah dalam Media Briefing ICW, kemarin.

Wana menyatakan, berbagai bentuk inefesiensi pengelolaan anggaran pendidikan kerap ditemukan oleh Bandan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Penyelewengan dan korupsi anggaran menjadi salah satu inefisiensi pengelolaan dana pendidikan.

Hasil identifikasi ICW memaparkan beberapa modus penyelewangan dana. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, kasus korupsi sektor pendidikan didominasi modus penggelapan dana dan pembengkakan (mark up) rencana anggaran.

"Ada 12 modus korupsi yang ICW pantau, dari 425 kasus sebanyak 132 kasus korupsi bermodus penggelapan dan sekitar 110 kasus bermodus marking up rencana anggaran," kata Wana.

Wana memaparkan, ada sekitar lima objek dana pendidikan yang rentan terhadap korupsi yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK), anggaran sarana dan prasarana, anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS), anggaran pengadaan infrastruktur sekolah, dan pengadaan buku.

Berdasarkan hasil investigasi ICW, salah satu objek yang paling banyak dikorupsi ialah Dana Alokasi Khusus (DAK). Sekitar 85 kasus korupsi sektor pendidikan berasal dari penyelewengan pengelolaan DAK dengan kerugian mencapai Rp377 miliar.

Menurut Wana, DAK menjadi objek dana paling rentan diselewengkan. Hal ini disebabkan karena pengawasan pengelolaan dana ADK di daerah masih sangat lemah.

Pada tahap perencanaan, potensi masing-masing daerah untuk mendapatkan anggaran DAK yang lebih besar dari rencana awal masih cukup tinggi. "Daerah berusaha mendapatkan DAK lebih besar sehingga pejabat daerah melalui 'calo' menyuap pejabat pemerintah pusat untuk mencapai hal tersebut," ujar Wana.

ICW mengimbau pemerintah daerah menerapkan sistem pengadaan anggaran pendidikan yang transparan berbasis website. Melalui web tersebut, pemerintah pusat dan seluruh maayarakat dapat mengetahui besar biaya yang digelontorkan dinas pendidikan dalam hal pengadaaan maupun pengeluaran.

"Jika pemda tidak sanggup melaksanakan sistem ini sebagai bentuk transparansi, pemerintah pusat bisa memberikan sanksi," tutur Wana.

Menurut Wana, transparansi pengelolaan dana pendidikan, khususnya di daerah, perlu dilakukan untuk meningkatkan mutu dan kualitas infrastruktur pendidikan di Indonesia. Selama ini pendidikan merupakan sektor paling besar mendapat alokasi Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun.

Pada 2016, negara mengalokasikan anggaran Rp424,7 triliun atau 20 persen dari total APBN. Total anggaran pendidikan tersebut sekitar 64,9 persen atau sekitar Rp275,9 triliun dikelola langsung pemerintah daerah se-Indonesia.

"Semakin kecil bentuk korupsi pada sektor pendidikan, pengadaan infrastruktur dan SDM pendidikan semakin optimal sehingga turut meningkatkan kualitas pendidikan," kata Wana. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER