Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Agung membantah sedang menyembunyikan pegawai mereka yang bernama Royani. Komisi Pemberantasan Korupsi saat ini sedang mencari keberadaan Royani yang disebut mengetahui dugaan suap di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Juru bicara MA, Suhadi, mengatakan, Biro Kepegawaian merupakan badan internal yang bertugas memantau dan mencatat presensi pegawai MA. Namun, kata Suhadi, biro itu tidak dapat memaksa seorang pegawai MA untuk hadir dan menjalankan tugasnya.
Mengutip Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, Suhadi berkata, MA pasti akan menjatuhkan sanksi kepada pegawai yang tidak menjalnkan tugas dalam waktu tertentu.
"Kalau ada yang bilang menyembunyikan, ya cari saja yang menyembunyikan. Sebagai penyidik, KPK kan punya daya paksa," ujar Suhadi saat dihubungi, Rabu (18/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suhadi menuturkan, KPK seharusnya melayangkan surat panggilan pemeriksaan ke Royani dan bukan ke MA sebagai lembaga tempat Royani bekerja.
Surat panggilan pemeriksaan, kata Suhadi, juga dikirimkan KPK ke MA saat ingin memeriksa Sekretaris MA, Nurhadi dan Kepala Subdirekorat Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus, Agung Andri Tristianto.
Suhadi mengaku tidak mengetahui secara pasti status kepegawaian Royani di MA. Suhadi mengaku hanya pernah mendengar kabar kedekatan Royani Nurhadi.
"Saya baca di media, katanya Royani ini supir atau ajudannya Pak Nurhadi," tuturnya.
KPK telah dua kali memanggil Royani sebagai saksi untuk memberikan keterangan terkait kasus dugaan suap yang melibatkan Nurhadi.
Kemarin, Wakil Ketua KPK Laode Syarif mengatakan lembaganya tidak dapat memastikan apakah Royani bersembunyi atau sengaja disembunyikan kelompok tertentu agar tidak bersaksi. Ia berkata, KPK mencari Royani karena pegawai MA itu belum mengkonformasi pemanggilannya sebagai saksi.
"Kami berharap Royani memenuhi panggilan KPK. Kami bersurat dengan MA agar dia bisa diserahkan untuk diperiksa," ujarnya.
KPK telah mencegah Royani berpergian ke luar negeri sejak 4 Mei 2016 hingga enam bulan mendatang.
Dalam kasus yang sama, KPK menetapkan Panitera Sekretaris PN Jakarta Pusat Edy Nasution dan pihak swasta bernama Doddy Arianto Supeno sebagai tersangka melalui operasi tangkap tangan.
Dalam operasi tersebut, KPK menyita uang Rp50 juta yang diduga terkait pengajuan peninjauan kembali atas perkara yang sedang disidangkan PN Jakarta Pusat.
(abm)