Sistem Peradilan Bobrok, Jokowi Diminta Setop Eksekusi Mati

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Senin, 16 Mei 2016 14:13 WIB
Belum terbebas dari kasus suap dan rekayasa kasus, Mahkamah Agung disebut rentan memunculkan vonis yang keliru dan tidak adil.
Rombongan Kapolda Jateng Irjen Pol Condro Kirono menaiki kapal patroli laut menuju Pulau Nusakambangan dari dermaga penyeberangan Wijayapura, Cilacap, Jateng, Kamis (28/4), dalam rangka meninjau kondisi lapangan tembak Limus Buntu dan kesiapan personel terkait persiapan eksekusi mati tahun 2016. (ANTARA FOTO/Idhad Zakaria)
Jakarta, CNN Indonesia -- Koalisi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati meminta pemerintah menghentikan eksekusi mati yang rencananya akan digelar tahun 2016. Koordinator Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Julius Ibrani, mengatakan eksekusi mati tidak dapat dilaksanakan jika sistem peradilan masih bobrok.

Julius berkata, Mahkamah Agung saat ini merupakan institusi yang rentan rekayasa kasus dan korupsi. Menurutnya, hal itu miris karena MA merupakan lembaga yang memutuskan diterima atau tidaknya peninjauan kembali perkara terpidana mati.

"Jika eksekusi mati dilakukan, Presiden Jokowi melegitimasi kebobrokan di MA," ujar Julius di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Senin (16/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Eksekusi mati dan sistem peradilan yang tidak bersih, kata Julius, akan menimbulkan ketidakadilan bagi para tervonis.
Julius mencontohkan perkara pria asal Pakistan bernama Zulfikar Ali. Pengadilan Negeri Tangerang menyatakan Ali terbukti mengekspor, menjual dan menjadi perantara perdagangan heroin. Tahun 2005 silam, ia dijatuhi vonis pidana mati.

Pada proses hukum sesudahnya, Ali mengaku dia dijebak. Penjebak Ali, kata Julius, juga telah mengaku dalam persidangan. Namun, Ali masih tetap dinyatakan bersalah dan divonis hukuman mati.

Julius pun meminta Jokowi melibatkan Komisi Yudisial sebelum memutuskan jadi tidaknya pelaksanaan eksekusi mati.

Berdasarkan pasal 13 UU 18/2011 yang mengubah UU 22/2004, KY merupakan lembaga yang berwenang menetapkan, menjaga dan menegakkan pelaksanaan kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Diberitakan sebelumnya, awal tahun ini Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap tangan Andri Tristianto Sutrisna, Kasubdit kasasi dan PK perdata khusus Mahkamah Agung. KPK menangkap Andri yang diduga menerima suap dari pengusaha.

Komisi antikorupsi saat ini juga sedang mendalami keterlibatan Sekretaris MA, Nurhadi, dalam perkara yang sama dengan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.

Edy dan Nurhadi disebut-sebut berupaya mengatur sidang peninjauan kembali untuk perkara perdata yang menjerat Paramount Group.
Bukan Pidana Pokok
Direktur Imparsial Al Araf menuturkan, DPR bersama ahli dan perwakilan pemerintah masih membahas rencana revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Salah satunya adalah menghapus hukuman mati sebagai hukuman pokok seperti yang termaktub dalam pasal 10 KUHP.

"Sangat tidak pantas di tengah pembahasan payung hukum penggeseran hukum mati sebagai hukuman pokok, pemerintah malah melaksanakan hukuman mati," ujar Al Araf.

Saat ini, DPR masih menggodok revisi draf revisi KUHP. Bersama ahli, DPR membahas dan menyamakan daftar inventaris masalah.

Berdasarkan pasal 66 draf revisi KUHP yang beredar akhir 2015, pidana mati diklasifikasikan sebagai pidana pokok yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif.
Sementara itu, pasal 65 pada draf yang sama menyebut hukuman pokok yang akan berlaku adalah pidana penjara, pidana tutupan, pidana pengawasan, pidana denda, dan pidana kerja sosial.

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati akan mendatangi DPR pekan depan. Mereka meminta DPR bersepakat dengan pemerintah menggeser hukuman mati sebagai hukuman pokok.

Tahun ini, Kejaksaan Agung berencana melakukan eksekusi mati tahap tiga terhadap terpidana mati kasus penyalahgunaan narkotika, baik yang berstatus warga negara Indonesia maupun warga negara asing.

Persiapan dan koordinasi sudah dilakukan Kejaksaan Agung, termasuk aparat keamanan di Jawa Tengah. Namun, Jaksa Agung Prasetyo belum memastikan waktu dan jumlah terpidana yang bakal dieksekusi.
(abm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER