MK: Status Djoko Tjandra Tetap Terpidana dan Buron

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Rabu, 18 Mei 2016 12:43 WIB
Putusan MK tidak berlaku surut melainkan berlaku ke depan. Oleh karenanya, Putusan PK sebelum putusan MK kemarin berlaku sah adanya.
Perwakilan 360 organisasi Koalisi Masyarakat Sipil saat menggelar aksi di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Ahad (8/3). (CNN Indonesia/ Gilang Fauzi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Konstitusi menyatakan putusannya terkait pelarangan jaksa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas sebuah perkara pidana tidak berlaku surut. Itu berarti, seluruh putusan PK yang sudah diajukan jaksa sebelum titah MK keluar masih berlaku sampai saat ini.

Menurut Juru Bicara MK Fajar Laksono, putusan lembaganya terkait wewenang jaksa dalam mengajukan PK baru efektif berlaku sejak Kamis (12/5) lalu. Ia pun menuturkan bahwa seluruh status putusan PK yang pernah diajukan jaksa sebelum 12 Mei lalu tidak akan gugur.

"Putusan MK tidak berlaku surut melainkan berlaku ke depan. Oleh karenanya, Putusan PK sebelum putusan MK kemarin berlaku sah adanya," kata Fajar kepada CNNIndonesia.com, Rabu (18/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Putusan MK yang melarang jaksa mengajukan PK keluar pada sidang uji materi yang diajukan Anna Boentaran, istri terpidana kasus cessie (hak tagih) Bank Bali, Djoko Tjandra. Djoko, tahun 2009 silam, divonis hukuman dua tahun penjara pada tingkat PK. Hingga tingkat kasasi, Djoko dinyatakan tidak bersalah.

Sebelum dieksekusi Kejaksaan Agung, Djoko melarikan diri. Kini ia diduga sejumlah pihak berada di Papua Nugini.

Fajar pun mengatakan bahwa status Djoko sampai saat ini masih sebagai terpidana dan buron dalam kasus cessie Bank Bali. Posisi hukum Djoko tak berubah walaupun MK menerima gugatan uji materi istrinya pekan lalu.

"Statusnya (Djoko) sebagai terpidana tidak berubah, karena putusan PK diketok sebelum ada Putusan MK," katanya.


Hambat Kinerja Jaksa


Pada kesempatan terpisah, putusan MK terkait wewenang jaksa dalam mengajukan PK kembali mendapat tanggapan negatif dari lembaga adhyaksa.

Menurut Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus Arminsyah, pelarangan jaksa untuk mengajukan PK dinilai akan menghambat kinerja penegakan hukum di Indonesia. Ia pun mempertanyakan keputusan MK tersebut.

"Menurut saya pasti menghambat. Kita lihat dari sisi kepentingan negara, masyarakat dan korban, kalau misalnya ada terjadi no firm, siapa yang ajukan? Harusnya jaksa kan mewakili negara? Ini yang saya rasa terjadi suatu kemunduran," kata Arminsyah.

MK memang telah menyatakan pasal 263 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan konstitusi jika ditafsirkan secara berbeda.

Pasal itu mengatur, terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan PK ke MA.

Menurut hakim MK, pasal 263 ayat 1 KUHAP mengatur, hak mengajukan PK hanya dimiliki terpidana dan ahli warisnya. Jaksa disebut tidak memiliki hak yang sama.

"Esensi landasan filosofis lembaga PK ini ditujukan untuk kepentingan terpidana atau ahli warisnya sebagai bentuk perlindungan HAM, bukan kepentingan negara atau korban," kata Hakim MK, Aswanto. (obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER