Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Anang Iskandar menyatakan, kekerasan terhadap anak bersumber dari keluarga. Dari kajian Polri, sejumlah anak mengalami kekerasan disebabkan karena masalah yang timbul dalam keluarga.
Hal itu disampaikan Anang dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR, Menteri Sosial Khofifah Indah Parawansa, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Gedung DPR, Senin (30/5). Rapat membahas permasalahan dan penyelesaian kasus kekerasan terhadap anak.
"Data tentang kekerasan anak meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2014, 382 anak mengalami kekerasan. Tahun 2015, ada 574 anak. Kami kaji sumber masalah kekerasan anak sesunggunya di keluarga," kata Anang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) itu berpendapat, permasalahan ini harus ditekankan kepada pencegahan. Sebab apabila pencegahan dilakukan dengan baik, kekerasan terhadap anak tak akan terjadi lagi.
"Pencegahan lebih baik dari pada kalau sudah terjadi. Pelaku rugi, korban rugi, neraga juga rugi," tuturnya.
Dia merekomendasikan pada kementerian dan lembaga terkait agar meningkatkan peran serta masyarakat, memberikan penanganan khusus terhadap anak yang melakukan pelanggaran hukum, dan membuat serta merealisasikan standar operasional prosedur yang mengatur kasus-kasus terkait penanganan terhadap anak.
"Jangan sampai menangani masalah anak sama dengan kejahatan lainnya," ucapnya.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise menyatakan, kelalaian orang tua merupakan faktor penyebab tewasnya Yuyun (14) seorang siswi SMP di Bengkulu, yang diperkosa dan dibunuh 14 remaja, 2 April lalu. Yohana mendapat kabar orang tua meninggalkan Yuyun untuk berkebun.
"Kasus Yy (Yuyun) yang salah orang tua. Dua minggu mereka meninggalkan anaknya di rumah untuk berkebun selama dua minggu," kata Yohana.
Dia menuturkan, pemerintah akan membahas untuk meningkatkan sanksi terhadap orang tua yang terbukti lalai menjaga anak. Dia juga menilai, kasus Yuyun diakibatkan orang tua yang menikah di bawah umur.
"Saya dapat informasi karena memang orang tua Yy menikah di bawah umur, mungkin secara mental belum siap untuk membangun keluarga. Kalau orang tua terbukti lalai, dalam Undang-Undang dia (orang tua) akan dipidana 3,5 tahun penjara dan denda Rp32 juta," ucap Yohana.
Dia akan melakukan
judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 7 ayat 2 menyebutkan, orang tua dapat memberikan izin anaknya melakukan pernikahan, umur minimal untuk dizinkan perkawinan yaitu pria 19 tahun dan wanita 16 tahun.
"Kami berusaha supaya 18 tahun wanita baru boleh menikah. Maka kami arahkan 12 tahun wajib belajar itu harus dikedepankan, supaya orang tua menyekolahkan anak bukan diizinkan menikah," ucapnya.
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang No 23/Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyusul peningkatan signifikan kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia.
Perppu ini memuat pemberatan dan penambahan hukuman. Mulai dari hukuman pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun, hukuman penjara seumur hidup, dan hukuman mati.
Penambahan pidana seperti kebiri kimia, pengungkapan identitas, dan pemasangan alat deteksi elektronik pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
(rdk)