Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Ketenagakerjaan mengklaim tidak dapat mengontrol perilaku dan aktivitas seluruh tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Terjeratnya sejumlah TKI dalam jaringan narkotik disebut berada di luar tanggung jawab pemerintah.
"Kami berkali-kali memberikan sosialisasi, baik di penampungan, tempat pelatihan, atau sosialisasi di tempat tujuan agar mereka tidak mudah tergiur bujuk rayu siapapun," ujar Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, Hery Sudarmanto di Jakarta, Rabu (1/6).
Hery menuturkan, sosialisasi seperti itu memang tidak dapat menghinidarkan TKI dari jerat kejahatan di negara tujuan. Ia berkata, kasus yang menimpa TKI asal Ponorogo, Jawa Timur, Rita Krisdianti, merupakan contoh teranyar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rita baru saja divonis mati oleh badan peradilan Penang, Malaysia, atas kasus peredaran narkotik.
Hary bercerita, Rita berangkat ke Hong Kong, Januari 2013, melalui PT Putra Indo Sejahtera yang berkantor di Madiun. Tujuh bulan kemudian, Rita mempertimbangkan rencana pulang ke kampungnya karena tidak kunjung mendapatkan kejelasan tentang pekerjaan yang bakal didapatkannya.
Namun, Rita urung pulang. Ia justru bermigrasi ke Makau karena janji seorang teman berinisial ES. Di kepulauan yang masuk administratif China itu, Rita dijanjikan bisnis pakaian.
ES, kata Hery, meminta Rita singgah di New Delhi, India, sebelum terbang ke Penang. Di New Delhi, Rita diperintahkan membawa sebuah koper tanpa boleh membukanya.
Teman Rita itu berkata, isi koper itu adalah pakaian yang akan dijual Rita di Ponorogo.
Faktanya, begitu mendarat di Bandara Internasional Penang, Juli 2013, Rita ditangkap Kepolisian Diraja Malaysia. Polisi menemukan empat kilogram sabu di dalam koper Rita.
“Pemerintah sudah berupaya melalui Kemlu dengan memberikan pendampingan intensif agar Rita dapat kemudahan atau keringanan hukuman yang tadinya hukuman mati jadi bisa berkurang,” kata Hary.
Menurut data Kementerian Luar Negeri, saat ini terdapat 154 WNI yang terancam hukuman mati di Malaysia. Sebanyak 102 atau 66 persen di antara mereka tersangkut kasus narkotik.
Terkait fakta hukum itu, Kemlu pun berjanji berkoordinasi intensif dengan Badan Narkotika Nasional. Otoritas Kemlu menduga, beberapa WNI yang diancam hukuman mati itu bukanlah pelaku, melainkan korban jejaring narkotik global.
(abm)