Jakarta, CNN Indonesia -- Sidang perdana gugatan
class action warga Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, yang mestinya digelar hari ini, ditunda lantaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai tergugat, tak hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain Pemprov Jakarta, tergugat lainnya yakni Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) dan Pemerintah Kota Jakarta Selatan, juga tak hadir.
"Menyatakan sidang tidak bisa dilanjutkan karena tergugat tidak hadir. Maka sidang ditunda dua minggu dan akan digelar kembali pada 21 Juni 2016," ujar Ketua Majelis Hakim Riyono di PN Jakarta Pusat, Selasa (7/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengadilan akan kembali melayangkan surat panggilan ke pihak tergugat, sedangkan majelis hakim meminta pada perwakilan warga Bukit Duri untuk melengkapi persyaratan identitas sambil menunggu sidang selanjutnya.
Kuasa hukum warga Bukit Duri, Vera W Soemarwi, berpendapat ketidakhadiran Pemprov Jakarta sebagai tergugat merupakan bentuk ketidaktaatan pada pengadilan. Padahal sejak pertama kali mendaftarkan gugatan pada 10 Mei, Vera telah menyampaikan pada Pemprov Jakarta bahwa mereka sedang dalam proses gugatan.
Pemprov Jakarta berencana menggusur permukiman warga Bukit Duri akhir Juni ini.
"Pihak tergugat tidak hadir berarti menunjukkan bahwa mereka tidak taat pada pengadilan. Padahal surat pemanggilan sudah disampaikan," kata Vera.
Vera menyatakan, gugatan yang dilayangkan ini semata-mata bukan untuk meminta ganti rugi pada Pemprov Jakarta, namun karena Pemprov dinilai tak menaati aturan dan dasar hukum dalam menggusur permukiman warga.
Dalam proses penggusuran, ujar Vera, Pemprov Jakarta mestinya melakukan sejumlah tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan.
"Banyak tahap yang harusnya dilakukan pemerintah, mulai sosialisasi, konsultasi publik, tanya ke warga proses ganti ruginya. Nah kalau warga keberatan, maka diberi kesempatan untuk mengajukan gugatan. Tapi selama ini tidak ada proses itu semua," tutur Vera.
Salah satu penggugat, Sandyawan Sumardi, menyatakan Pemprov Jakarta tak perlu merasa takut hingga tak hadir dalam sidang gugatan ini. Ketua Komunitas Ciliwung Merdeka itu mengatakan, justru warga Bukit Duri yang mestinya merasa takut lantaran rumah mereka terancam digusur.
"Tidak ada alasan Pemprov DKI takut karena justru warga yang ditakut-takuti. Pemprov DKI harusnya memfasilitasi dan mengajarkan demokrasi pada warga," ucap Sandyawan.
Gugatan telah dilayangkan pada 10 Mei 2016 ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam bentuk class action atau perwakilan kelompok. Selain Pemprov Jakarta, pihak yang juga digugat ialah BBWSCC sebagai pelaksana proyek, dan Pemerintah Kota Jakarta Selatan.
Ada sekitar 440 rumah milik warga di RW 09, 10, 11, dan 12 Bukit Duri yang terancam digusur. Sementara 133 rumah warga di sebagian RW 10 telah digusur pada Januari lalu. Gugatan ini dilayangkan oleh warga yang belum terkena penggusuran.
(agk)