Jakarta, CNN Indonesia -- Memaki adalah hal yang tidak baik. Semua budaya dan agama menyatakan demikian. Namun diketahui bahwa ada khazanah makian yang luar biasa kaya dari semua budaya dan bahasa di seluruh dunia.
Persoalan mengenai caci maki ini menjadi menarik lantaran setiap budaya punya cara yang berbeda dalam mengekspresikan caci maki. Seorang budayawan Mesir pernah menulis tentang budaya Indonesia yang dia kagumi keindahannya.
Dia mengatakan, keindahan budaya Indonesia adalah kehalusbudian dan keramahtamahan. Bagaimana tidak? Bangsa Indonesia itu tidak punya makian yang cukup kotor. Indonesia disebut tidak mempunyai 'standar' makian layaknya orang Arab.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Orang Arab memiliki standar memaki yang luar biasa mengerikan. Bukan hanya sebutan-sebutan yang sangat rendah kepada orang lain, bahkan dengan doa-doa yang luar biasa. Konsekuensinya bisa sangat buruk dan berbahaya, seperti makian "laknatullah alaik…,” yang berarti, semoga kau ditimpakan laknat oleh Allah.
Ini doa yang luar biasa berbahaya karena mendoakan laknat, mendoakan orang tadi untuk dijauhkan dari rahmat Allah sama sekali. Makian ini dilarang secara tegas oleh Rasulullah SAW.
Sementara dalam bahasa Indonesia, tidak ada makian yang terlalu jelas. Indonesia “cuma” punya ‘kurang ajar’, yang artinya orang itu perlu ditambahi ajarannya sedikit; ada makian yang menyebut anggota-anggota tubuh seperti ‘matamu’, ‘kepalamu’, dan lainnya.
Paling buruk, orang Indonesia mengabsen kebun binatang. Maka itu ketika orang Indonesia memaki orang Arab dengan standar Indonesia, mereka menjadi tidak akan paham. Misal ada jamaah haji yang berdesak-desakan tidak karuan di Masjidil Haram.
Ada seorang jamaah haji Indonesia yang mungkin secara tidak sengaja kepalanya terkena lutut orang yang melangkah sembarangan sehingga kopiahnya jatuh. Karena marah ingin memaki, tapi tidak tahu bagaimana cara memaki orang Arab, lantas dia memaki dengan ucapan, ‘kepalamu!’ atau ‘roksuka’ dalam bahasa Arab.
Orang Arab itu paham ‘roksuka’ berarti ‘kepalamu’, tetapi dia tidak tahu bahwa dia sedang dimaki. Jadi tanpaa merasa bersalah, si orang Arab berlalu begitu saja. Makian ini kerap digunakan oleh orang Indonesia lainnya, sementara orang Arab tetap tidak mengerti bahwa mereka sedang dimaki.
Hingga sekali waktu saat di dalam masjid, jamaah Indonesia itu tergopoh-gopoh menuju kamar kecil sehingga bertabrakan dengan orang Arab yang tinggi besar. Bruk! Karena dia sudah biasa, dia spontan berteriak ‘roksuka!’, Tapi dia kaget begitu orang Arab itu membalas, ‘ainuka!’ yang berarti ‘matamu’.
Dia kaget dalam hati, lho kok ‘ainuka’? Karena enggak ada orang Arab yang tahu makian standar Indonesia itu.
Lantas dia bertanya, "Orang mana, Pak?" "Saya orang Gresik, rek," jawab si Arab-Gresik.
Jadi dalam hal maki-memaki, bangsa Indonesia punya budaya luar biasa lemah lembut jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain di seluruh dunia. Maka sudah seharusnya hal itu disyukuri dan menjadi tradisi budaya yang harus dipertahankan. Hal ini juga sekaligus bisa dijadikan teladan yang luhur untuk bangsa lain di seluruh dunia.