'RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Lebih Lindungi Korban'

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Kamis, 09 Jun 2016 01:25 WIB
Menurut Ketua Komnas Perempuan, aturan yang selama ini perlindungan korban tak diatur baik dalam KUHAP, maupun Undang-undang Perlindungan Anak.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dinilai lebih memberikan perlindungan pada korban. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Azriana menyebut Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual menawarkan perlindungan baru terhadap korban. Selama ini perlindungan korban menurutnya tak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan Undang-Undang Perlindungan Anak.

Beleid yang ada selama ini terbatas pada pemerkosaan dan pencabulan. Padahal berdasarkan kajian Komnas Perempuan sejak tahn 1998, setidaknya ada delapan kekerasan seksual yang seharusnya ditangani secara hukum.

"Butuh undang-undang yang bisa melindungi kekerasan seksual di luar regulasi yang tersedia saat ini. Ada terobosan," ujar Azriana setelah menemui Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, Rabu (8/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kekerasan seksual yang dimaksud adalah pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perkosaan, pemaksaan perkawinan, sterilisasi paksa, perbudakan seksual, penyiksaan seksual dan pelacuran paksa.

Kekerasan seksual lainnya adalah pemaksaan aborsi, sterilisasi paksa, penyiksaan seksual, penghukuman tidak manusiawi bernuansa seksual yang mendiskriminasi perempuan, dan kontrol seksual.

Selain itu, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini juga mengadopsi sistem hukum acara sendiri seperti dalam Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Nantinya keterangan korban dapat dijadikan sebagai alat bukti sehingga aparat hanya perlu mencari satu alat bukti lainnya untuk melanjutkan proses hukum.

"Kami harap ini bisa mengurangi kasus kekerasan seksual yang tidak bisa diselesaikan secara hukum karena kesulitan pembuktian," ujar dia.

Berdasarkan catatan Komnas Perempuan, penyelesaian 50 persen dari 47 kasus yang terjadi di 2015 diarahkan kepada mediasi karena kurangnya bukti untuk ditindaklanjuti. Padahala mediasi menurut Azriana tidak efektif memulihkan hak korban terlebih mengurangi kekerasan seksual di Indonesia.

RUU Pennghapusan Kekerasan Seksual juga mengatur pemberian kesaksian korban melalui teleconference. Hal ini dikarenakan sulitnya korban dipertemukan dengan pelaku di pengadilan.

Azriana juga menekankan, pemulihan juga akan diberikan kepada keluarga korban. Menurutnya, keluarga korban kekerasan seksual juga mendapatkan stigma masyarakat. Pemulihan tergantung kondisi dan kebutuhan korban. Hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah.

"Kalau butuh medis harus ada penanganan medis. Kalau psikologis ya penguatan psikologis. Termasuk ekonomi. Kalau pemulihan di masyarakat tentu harus ada reintegrasi sosial," kata Azriana.

Komnas Perempuan bersama forum pengadaan layanan, dan lembaga pendamping korban saat tengah menyelesaikan draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan akan diserahkan kepada DPR awal Juli. RUU tersebut disepakati masuk Prolegnas Prioritas 2016 dan menjadi inisiatif DPR. (sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER