Jaksa Agung Tegaskan Hukuman Kebiri Tetap Berjalan Tanpa IDI

Tiara Sutari | CNN Indonesia
Jumat, 10 Jun 2016 16:22 WIB
Menurut Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, sikap IDI tidak berarti mewakili suara seluruh dokter yang ada di Indonesia.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menegaskan hukuman kebiri untuk pelaku kejahatan seksual tetap akan diberlakukan meski mendapat penolakan dari IDI. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menegaskan hukuman kebiri tetap akan diberlakukan terhadap pelaku kejahatan seksual meski mendapat penolakan eksekusi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Menurut Prasetyo, IDI merupakan lembaga profesi dan tidak berarti mewakili sikap semua dokter di Indonesia. Penegak hukum, kata dia, dalam hal ini cukup berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan.

"Saya pikir tidak semua dokter tidak setuju (kebiri) dan saya pikir Menkes sudah setuju," ujar Prasetyo di Gedung Kejaksaan Agung, Jumat (10/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Prasetyo menegaskan hukum kebiri bagi pelaku kejahatan seksual sudah ditetapkan dan disetujui Presiden dalam perppu No 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Ketidaksetujuan IDI untuk mengeksekusi kebiri dengan kimia menurutnya berkaitan dengan profesi yang mereka jalankan. IDI sendiri menolak hukum kebiri kimia karena dinilai tidak sesuai dengan sumpah profesi yang dilakukan oleh dokter.

"IDI berbicara SARA karena pengalaman, profesi. Tapi kan peraturannya sudah diatur undang-undang. Begitu juga kalau dokter melakukan kejahatan, ya dihukum juga," kata Prasetyo.

Prasetyo berharap masyarakat tidak hanya menyoroti pelaku yang akan dieksekusi kebiri, namun juga harus memandang para korban dari para pelaku kejahatan seksual tersebut.

Meski menuai pro dan kontra, pemerintah berkukuh hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual layak untuk diterapkan. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly bahkan menegaskan peraturan tersebut sudah dipertimbangkan dari berbagai sisi.

"Sudah menimbang masukan ahli kesehatan dan juga ahli lainnya. Saya rasa itu tidak masalah," ujar Yasonna (30/5).

Eksekusi kebiri yang diterapkan dalam hukuman bagi pelaku kejahatan seksual memang tidak mengebiri secara permanen, melainkan kebiri secara kimia yang efeknya hanya melumpuhkan sementara.

Suntik kebiri kimia dilakukan untuk menekan hormon testosteron dengan jangka waktu tertentu yang diberlakukan sesuai tindak kejahatan tersangka.

Bagaimanapun, hukuman kebiri dengan cara kimia itu mendapat penolakan dari IDI selaku lembaga profesi kedokteran. Hukuman dengan cara mengebiri pelaku kejahatan dianggap melanggar sumpah profesi dokter.

"Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan," ujar Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran dr Prijo Sidipratomo seperti dikutip detikcom dalam jumpa pers di kantor IDI, Jl Sam Ratulangi, Jakarta, kemarin. (gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER