KPU Sebut Tak Pernah Diajak Membahas Pasal Politis UU Pilkada

Alfa Roosy | CNN Indonesia
Sabtu, 11 Jun 2016 00:12 WIB
KPU mengaku tidak banyak ikut sera membahas pasal politis di UU Pilkada, salah satunya pasal 9 huruf a dan 22 huruf b terkait teknis aturan Pilkada.
Ketua KPU Pusat Husni Kamil Manik (kanan) mengaku tidak banyak dilibatkan dalan pembahasan UU Pilkada. (Antara Foto/Manil Gafur)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik mengaku tidak banyak diikutsertakan dalam pembahasan perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Karenanya, KPU masih belum sepakat terhadap sejumlah poin dalam perubahan UU Pilkada itu.

"Kami dua-tiga hari ikut pembahasan di awal dan pembahasan sangat teknis. Menyangkut pasal yang politis kami tak ikut, tak sumbang saran," kata Husni di Kantor Bawaslu, Jumat (10/6).

Salah satu pasal yang memberatkan menurut KPU ialah pasal 9 huruf a dan 22 huruf b UU Pilkada, KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diharuskan berkonsultasi dengan DPR saat menyusun peraturan teknis tentang pilkada. Hasil konsultasi melalui forum rapat dengar pendapat (RDP) itu bersifat mengikat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

KPU berpendapat, aturan itu akan mempengaruhi independensinya dalam membuat aturan. Apa lagi, Husni mengaku juga tak pernah diajak untuk membahas dua aturan itu. Dia menuturkan, selama ini undangan pembahasan hanya datang dari pemerintah, bukan DPR.

"Mengenai (pasal) kewajiban konsultasi ini. Keterlibatan kami adalah bersama pemerintah, tidak pernah DPR undang kami dalam diskusi. DPR hanya meminta saran tertulis dan sudah kami berikan," tuturnya.

Terkait wacana KPU melakukan uji materi dalam perubahan UU Pilkada, Husni menyatakan belum dapat berbicara banyak. Dia masih menunggu harmonisasi aturan yang dilakukan pemerintah.

Namun, Husni menjelaskan, keberadaan KPU sejatinya ada dalam pasal 22 huruf e ayat 5 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan KPU bersifat asional, tetap dan mandiri. Sifat ini terancam dengan keberadaan pasal 9 huruf a dan 22 huruf b dalam perubahan UU Pilkada.

"Apabila konsultasi itu hasilnya dipaksakan mengikat, ini bisa berpotensi mengganggu komando seperti dalam UUD," ucapnya.

Husni mengatakan, KPU akan menentukan sikap setelah draft perubahan UU Pilkada disahkan. Namun, dia berharap pemerintah memperhatikan masukan dari KPU.

"Jadi penjelasan dalam UU itu sendiri harus detil. Sepanjang UU itu sangat jelas maka kami akan mudah menguraikan menjadi peraturan yang lebih rinci dan kami akan mudah laksanakan, karena kami pelaksana UU," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mempersilakan Komisi Pemilihan Umum mengajukan uji materi terhadap perubahan UU Pilkada yang baru disahkan DPR pekan lalu, 31 Mei.

"Kalau merasa peraturan mengenai kemandirian KPU sebagai penyelenggara pemilu terganggu, silakan ajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Sah secara hukum," kata Tjahjo di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (9/6).

Senada, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman mempersilakan KPU mengajukan uji materi Undang-Undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi. Menurutnya, hal itu merupakan hak KPU.

Namun, Rambe menuturkan, aturan agar KPU berkonsultasi dengan DPR saat menyusun peraturan merupakan fungsi DPR sebagai lembaga pengawas. Hal itu dilakukan agar KPU tak membuat aturan yang bersebrangan dengan undang-undang.

"Jadi kalau KPU buat aturan yang tidak memenuhi semangat undang-undang, ya kami awasi," kata Rambe.

Menurut Politikus Partai Golkar ini, makna mandiri untuk KPU bukan berarti KPU bersifat independen. Rambe menuturkan, arti mandiri dalam UUD 1945 harus merujuk sifat kelembagaan KPU yang tidak masuk kategori badan negara.

"Jadi bukan diartikan KPU itu independen," ucapnya. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER