Jakarta, CNN Indonesia -- Joko Widodo menghendaki solusi yang komprehensif sebelum mengambil keputusan soal ratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC). Menurutnya, aspek kesehatan dan kesejahteraan masyarakat harus dipertimbangkan sebelum memutuskan meratifikasi atau tidak FCTC.
"Terutama yang terkena gangguan kesehatan dan kepentingan generasi muda ke depan, anak-anak kita," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden, Selasa (14/6).
Mengutip catatan Kementerian Kesehatan, jumlah perokok di Indonesia saat ini mencapai 90 juta jiwa. Perokok remaja atau berusia antara 15-19 tahun, terjadi pertumbuhan sekitar 30 persen dalam 20 puluh tahun terakhir. Khusus untuk perokok remaja pria, diperkirakan jumlahnya saat ini sudah lebih dari separuh jumlah total perokok di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Serupa, Penelitian Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, sekitar 36 persen atau 60 juta penduduk Indonesia merupakan perokok aktif. Dengan rata-rata konsumsi sebanyak 1.085 batang per kepala per tahun, Indonesia menempati urutan ke-28 negara dengan konsumsi terbesar di dunia. Pada tahun 2025, jumlah perokok di Indonesia diprediksi bertambah menjadi 90 juta orang.
Meski fokus pada kesehatan, mantan Gubernur DKI Jakarta ini ingin memastikan keberlangsungan hidup petani dan buruh tembakau di Indonesia. Menurutnya, banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada industri tembakau.
Dia menyadari, Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia yang belum menandatangani FCTC. Menurutnya, keputusan diambil setelah melihat kepentingan nasional.
Berdasarkan data WHO yang diterimanya, 180 negara telah meratifikasi dan mengaksesi FTC per Juli 2013. "Saya tidak ingin Indonesia sekedar mengkuti tren," ucap Jokowi.
(pit/pit)