Jakarta, CNN Indonesia -- Sidang putusan terdakwa kasus pencucian uang Muhammad Nazaruddin sudah ditetapkan. Nazaruddin mendapatkan hukuman 6 tahun penjara disertai denda Rp 1 miliar subsidier satu tahun.
Ketua Majelis Hakim Ibnu Basuki Widodo mengatakan Nazaruddin sudah ditetapkan secara sah bersalah melanggar pasal 378 KUHP jo Pasal 55 (1) ke 1 KUHP dan pasal 3 ayat 1 huruf a dan c Undang-undang No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, sebagaimana telah diubah dengan UU No 25 Tahun 2003 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
"Nazaruddin secara sah dinyatakan bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang semasa jabatannya sebagai anggota DPR," ujarnya di ruang Sidang Cakra 2 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu (15/6) sore.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, dalam putusan tersebut Majelis menyatakan terdapat beberapa aset yang telah disita Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan dikembalikan terdakwa. Pasalnya, aset tersebut diketahui sudah dimiliki oleh mantan bendahara umum Demokrat tersebut sebelum menjabat sebagai anggota DPR.
Aset yang dikembalikan antara lain perkebunan kelapa sawit di daerah Mandau, beberapa klaim asuransi, rumah di alam sutera, dan jam tangan hitam yang sudah pecah merek Patek Philippe.
Usai dibacakan hasil keputusan tersebut, Nazaruddin menyatakan tidak akan mengajukan upaya hukum. Ia yang selama persidangan menundukkan kepala dan mengaku sedang tidak sehat mengatakan menerima keputusan yang telah ditetapkan.
"Saya menerima semua keputusan yang sudah diputuskan, saya tidak akan mengajukan banding," ujarnya dengan suara lemas.
Meski begitu, keputusan tersebut berbeda dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. Awalnya, JPU menuntut hukuman pidana selama tujuh tahun dengan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun penjara. JPU KPK juga menuntut agar harta Nazaruddin dirampas untuk negara Senilai Rp 600 miliar.
Ditemui usai persidangan pimpinan JPU KPK, Kresno Anton Wibowo mengatakan masih berpikir untuk mengajukan upaya hukum atas putusan hakim.
"Kita akan kaji terlebih dahulu, lagipula kami masih punya waktu tujuh hari untuk mengajukan upaya hukum," ujarnya.
Ia menambahkan Nazaruddin awalnya diminta oleh JPU untuk penyitaan Rp 300 miliar berasal dari saham dan uang yang disita sekitar Rp 100 miliar. Namun, saat ini Kresno belum bisa memberitahukan berapa nominal dari penyitaan saham dan uang yang ditetapkan. Jumlah tersebut belum termasuk aset dari properti seperti rumah dan pabrik yang nilainya diperkirakan cukup besar.
Sebelumnya, Nazaruddin didakwa telah menerima uang senilai Rp40,3 miliar dari PT Duta Graha Indah (DGI) dan PT Nindya Karya sebagai imbalan melancarkan proyek. Dia juga didakwa menyamarkan asal-usul harta kekayaannya yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi.
Awalnya, jaksa mendakwa Nazaruddin telah mentransfer uang menggunakan rekening perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Permai Grup dan rekening atas nama orang lain.
Ada 42 rekening yang menjadi tempat persembunyian uang Nazaruddin, di antaranya PT Pasific Putra Metropolitan, PT Permai Raya Wisata, PT Exartech Technologi Utama, PT Cakrawaja Abadi, PT Darmakusumah, PT Dulamayo Raya, PT Buana Ramosari Gemilang, PT Nuratindo Bangun Perkasa, PT Anugerah Nusantara, PT Marell Mandiri, PT Panahatan, PT City Investment, PT Alfindo Nuratama, PT Borisdo Jaya, PT Darmo Sipon, PT Putra Utara Mandiri, Neneng Sri Wahyuni, Amin Handoko, dan Fitriaty Kuntana.
Dalam berkas dakwaan, Nazaruddin disebut telah mengalihkan kepemilikan atas saham perusahaan Permai Grup, mengalihkan kepemilikan atas tanah dan bangunan, membelanjakan atau membayarkan untuk pembelian tanah dan bangunan, membelanjakan untuk kendaraan bermotor, membayarkan polis asuransi, dan membayarkan pembelian saham dan obligasi sukuk.
Nazaruddin juga didakwa menerima imbalan pelicin proyek dari PT Waskita Karya sejumlah Rp13.250.023.000, dari PT Adhi Karya sejumlah Rp3.762.000.000, serta dari PT Pandu Persada Konsultan sejumlah Rp1.701.276.000.
(obs)