Jakarta, CNN Indonesia -- Pembentukan perusahaan baru menjadi upaya pengendali utama untuk menyamarkan kepemilikan bisnis dan tetap mendapatkan keuntungan dari aktivitas korporasi.
Pengendali utama atau
beneficial owner menjadi istilah yang diungkap Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan mantan Bendahara Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Pada pekan lalu, majelis hakim Pengadilan Tipikor menghukumnya 6 tahun penjara denda Rp1 miliar karena terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang.
Secara umum, pengendali utama adalah individu yang menikmati laba, dividen, royalti atau bunga dari aktivitas bisnis, namun tersamar dari struktur perusahaan. Kelompok masyarakat sipil meminta pemerintah membentuk sistem Registrasi Pusat Publik terkait dengan upaya membuka data pengendali utama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait dengan hal itu, CNNIndonesia.com mewawancarai salah seorang mantan petinggi di perusahaan terkait bagaimana pengendali utama mengontrol perusahaannya. Dia meminta namanya tak disebut dalam pemberitaan.
Dia menegaskan pengendali utama biasa membentuk perusahaan baru dan tak pernah menemui para karyawannya. Menurutnya, hanya orang-orang tertentu saja yang dapat bertemu dengan pemilik perusahaan sebenarnya itu.
"Dia bisa telepon ke direktur-direktur itu pakai nama lain," kata mantan petinggi perusahaan itu ke CNNIndonesia.com, Jumat (17/6).
Terkait dengan rekrutmen posisi direktur utama, dia menegaskan, pengendali utama bahkan hanya melakukan wawancara melalui telepon. Menurutnya, si pemilik perusahaan juga tak menggunakan nama sebenarnya dalam wawancara tersebut.
Dia mengklaim tak mengetahui berapa jumlah sebenarnya perusahaan baru yang dibentuk untuk tujuan tersebut. "Detil tidak tahu. Dia buka PT kayak kacang goreng," katanya.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Jaringan dan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Deddie Rachim sebelumnya mengatakan pihaknya mengkaji soal pengendali utama agar sebuah tindak pidana dapat disangkakan kepada pengendali segala aktivitas perusahaan tersebut.
“Contoh kasus Nazaruddin. Setelah kasus berjalan, ternyata dia ada di balik semua perusahaan. Tidak adil jika hukuman dikenakan kepada mereka yang namanya ada di akte tetapi tidak mengendalikan perusahaan,” kata Deddie.
Terkait dengan hal itu, pemerintah berencana untuk membentuk Registrasi Publik terkait dengan upaya membuka data pengendali utama perusahaan. Hal itu ditujukan untuk meningkatkan transparansi dan mencegah penyalahgunaan entitas untuk korupsi, penggelapan pajak dan pencucian uang.
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia sebelumnya meminta pemerintah untuk menerapkan aturan pengendali utama di pasar modal terlebih dahulu, sebagai langkah konkrit antikorupsi. "Pemerintah harus segera mewujudkan aturan yang lebih jelas dan tegas untuk mendorong prinsip tersebut, misalnya dengan ketentuan di bursa efek," kata Maryati.
(asa)