Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Perlindungan Anak menyatakan kasus vaksin palsu merupakan kejahatan luar biasa. Negara turut bersalah karena gagal melakukan pengawasan. Vaksin palsu bahkan sudah beredar selama 13 tahun, sejak 2003.
“Ini kejahatan kemanusiaan. Ke mana pemerintah, Menteri Kesehatan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan? Mereka telah mencederai kepercayaan masyarakat. Sudah sejak 2003 (vaksin palsu) ini. Ke mana saja mereka?” kata Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, di kantornya, Jakarta, Selasa (28/6).
Kejahatan kemanusiaan negara soal vaksin palsu ini, ujar Arist, dilakukan terhadap 90 juta anak Indonesia. Lebih parah lagi, kasus ini melibatkan mereka yang berkecimpung di bidang kesehatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus vaksin palsu yang beredar di pasaran hanya dapat terjadi karena kurangnya pengawasan Menkes dan BPOM. Jika pengawasan dilakukan maksimal, Arist meyakini hal itu tak mungkin terjadi.
“Ini kejahatan besar, merenggut hak anak Indonesia. Saya rasa ini pertama kali terjadi di dunia,” kata Arist.
Ia menilai pemerintah alpa luar biasa. Saat kasus menyeruak, pemerintah seolah menganggap kasus ini sebagai hal biasa yang bisa ditolerir. Menkes Nila F Moeloek bahkan sempat menyatakan vaksin palsu tak terindikasi menyebabkan gangguan kesehatan.
“Saya tahu yang dia (Menkes) katakan mengenai kemungkinan hanya satu persen (jumlah vaksin palsu dari total vaksin yang beredar), itu untuk menenangkan masyarakat. Tapi justru masyarakat harus tahu bahaya yang ditimbulkan vaksin ini. Ada 90 juta anak yang dirugikan,” ujar Arist.
Menkes sebelumnya juga menyatakan yakin vaksin-vaksin palsu itu tak akan berdampak terlalu membahayakan. Menurut Nila, vaksin palsu tidak akan sampai menyebabkan kematian lantaran dosis diberikan dalam jumlah kecil.
"Enggak sampai (meninggal), karena suntikan dari imunisasi itu hanya setengah sampai satu cc (sentimeter kubik)," kata Nila kemarin.
Kasus vaksin palsu saat ini tengah diungkap Kepolisian. Total sudah ada 15 tersangka yang ditetapkan oleh polisi dengan peran berbeda-beda. Diduga ada lima provinsi yang menjadi sarana peredaran vaksin palsu, termasuk DKI Jakarta.
Peredaran vaksin palsu ini membuat Komnas Perlindungan Anak akan segera mengirim surat protes kepada Menkes dan BPOM yang lalai dalam menjalankan kewajiban mereka melindungi masyarakat.
(agk)