Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan buka puasa bersama dengan Komisi III DPR di Gedung KPK, Senin (27/6), tidak berkaitan dengan operasi tangkap tangan yang dilakukan terhadap mantan anggota Komisi III Fraksi Demokrat I Putu Sudiartana.
"Buka puasa tidak ada hubungannya dengan kasus. Kami mengundang Komisi III khusus untuk buka puasa," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif di Gedung KPK, Rabu (29/6).
Laode mengatakan, Komisi III adalah mitra kerja KPK di DPR. Oleh karena itu, buka puasa yang juga diikuti oleh Putu adalah hal yang wajar dan biasa dilakukan saat bulan Ramadan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Putu kemudian ditangkap tangan KPK pada Selasa (28/6) malam. Ditemukan sejumlah uang dolar Singapura dan bukti transfer dana di kediamannya. Ia dijadikan tersangka kasus dugaan suap rencana pengadaan proyek pembangunan 12 ruas jalan di Sumatera Utara.
Laode berkata, dalam buka puasa bersama sebelumnya, pimpinan KPK dan sejumlah anggota Komisi III DPR saling berdikusi tentang peran KPK dalam memberantas korupsi ke depan.
"Jadi buka puasa tidak ada kaitannya dengan pengawasan dan penyadapan yang dilakukan oleh KPK," ujarnya.
Itu dibenarkan Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan. Katanya, buka puasa itu hanya sebagai bentuk koordinasi dan silaturahmi dengan Komisi III DPR RI.
Lagipula ia menambahkan, penyelidikan terhadap Putu bersifat rahasia. Sebelum penetapan tersangka, materi penyidikan hanya dimiliki para penyidik KPK yang menangani kasus Putu.
"Kita [pimpinan KPK] tahu setelah ada gelar [perkara] hari ini. Jadi tidak ada hubungannya buka puasa dengan yang lain," ujar Basaria.
Selain Putu, KPK resmi menetapkan lima tersangka dalam OTT terkait kasus dugaan suap proyek jalan di Sumatera Utara. Yakni: Kepala Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang, dan Pemukimam Sumbar Suprapto, Noviyanti selaku staf pribadi Putu, pengusaha Yogan Askan, dan dari pihak swasta Suhemi.
Dalam OTT tersebut, KPK menyita uang dalam pecahan mata uang asing sebanyak S$40 ribu di kediaman Putu. Selain itu, KPK juga menyita uang sebesar RP500 juta yang ada di dalam tiga rekening bank berbeda.
Atas perbuatannya, selaku terduga penerima suap Putu, Noviyanti, dan Suhemi disangka dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Yogan dan Suprapto selaku terduga pemberi disangka dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf a dan Pasal 13 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(rsa)