Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta mengklaim tidak mengetahui transaksi pembelian lahan seluas 4,6 hektare di Kelurahan Cengkareng Barat yang dilakukan Dinas Perumahan dan Gedung. Pembelian itu tercatat terjadi November 2015, kepada dari seorang bernama Toeti Noezlar Soekarno.
Belakangan, sejumlah pejabat pemprov menyebut tanah tersebut sebelumnya sudah terdaftar sebagai milik DKI Jakarta. Padahal, Dinas Perumahan sudah terlanjur membeli lahan itu dengan harga Rp668 miliar.
"Dari awal sampai akhir, kami tidak pernah dilibatkan dalam rapat," kata Kepala BPKAD Heru Budi Hartono, Rabu (29/6) kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Heru beranggapan, apabila BPKAD diikutsertakan dalam rencana pembelian itu, mereka dapat memverifikasi status lahan itu terlebih dahulu. Pembelian tanah milik sendiri pun, kata dia, kemungkinan besar tidak akan terjadi.
Heru mengatakan, BPKAD pernah mengirim surat kepada Dinas Perumahan dan Gedung, Agustus 2015. Ia berujar, melalui surat itu, lembaganya meminta pengecekan lahan itu sebelum transaksi jual-beli dilakukan.
Setelah penerbitan surat itu, menurut Heru, BPKAD tidak dilibatkan lebih jauh pada proses pembelian lahan itu.
Heru menuturkan, Dinas Perumahan sempat memanggil Lurah Cengkareng Barat dan Camat Cengkareng untuk mendalami informasi lahan. Heru berkata, lurah dan camat seharunya mengetahui tanah tersebut merupakan tanah sengketa.
Heru menilai, status tanah itu janggal jika hanya dimiliki perseorangan. "Saya heran, semuanya percaya bahwa Badan Pertanahan Nasional menerbitkan sertifikat hak milik, (Dinas Perumahan) terbuai dan membeli itu," tutur Heru.
Sementara itu, Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Ika Lestari Adji menyebut pembelian lahan sudah melalui proses penelitian dan sudah dilakukan sesuai prosedur.
Namun Ika mengakui, lembaganya tidak berkoordinasi dengan BPKAD ketika membeli lahan tersebut. "Saat pembelian memang enggak ada. Setelah ketemu itu (kasus lahan Cengkareng) baru kami konfirmasi," kata Ika.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, terungkap bahwa lahan yang dibeli Dinas Perumahan dan Gedung itu berstatus milik Dinas Perikanan, Kelautan, dan Ketahanan Pangan (DKPKP).
Tanah itu dimiliki DKPKP sejak tahun 1967. Karena tak terurus, tanah itu kemudian disengketakan Sabar Ganda, perusahaan milik DL Sitorus.
Namun, Mahkamah Agung menyatakan DKPKP tetap berstatus sebagai pemilik lahan yang sah. Pernyataan itu keluar pada putusan bernomor 1102/PDT/2011 yang keluar 1 Februari 2012.
Usai putusan MA, DKPKP tak kunjung mengurus sertifikat tanah. Alhasil, Toeti membuat sertifikat tanah tersebut ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). BPN Kota Administrasi Jakarta Barat mencatat Toeti sebagai pemilik sah dengan sertifikat hak milik pada tahun 2014 hingga 2015.
(abm)