Jakarta, CNN Indonesia -- Aksi bom di bulan Ramadan diduga menjadi bagian dari kompetisi antara kelompok yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS dengan Jamaah Islamiyah untuk menunjukkan jihad yang lebih konkret.
Direktur Eksekutif Yayasan Prasasti Perdamaian Taufik Andrie menuturkan serangan di bulan Ramadan bukan hal yang pertama kalinya, sejak adanya fatwa dari Juru Bicara ISIS Abu Muhammad al Adnani. Adnani, seperti dikutip Andrie, membenarkan serangan di bulan suci tersebut.
Diketahui, ledakan bom bunuh diri terjadi di Mapolresta Surakarta, Solo, Jawa Tengah pada pagi ini. Bom itu diduga dilakukan oleh satu pelaku yang memaksa masuk ke markas kepolisian itu dengan sepeda motor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak 2013, sambung dia, terjadi kompetisi antara kelompok baru yakni ISIS dengan kelompok lama, yakni Jamaah Islamiyah (JI). Dia menegaskan ada perdebatan tentang siapa yang melakukan jihad yang lebih konkret dibandingkan dengan upaya dakwah lainnya.
“Ini diduga kompetisi antara kelompok ISIS dan JI, siapa yang lebih berani atau siapa yang lebih konkret dibandingkan dengan duduk-duduk saja. Ini mau menunjukkan siapa yang lebih superior,” kata Andrie ketika dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Selasa (5/7).
Dia mengharapakan kepolisian dapat membuka kelompok mana yang diduga terlibat dalam ledakan di Mapolresta Surakarta pada pagi ini. Terkait dengan bom yang terjadi di Madinah, Andrie menuturkan dirinya belum menemukan relevansi dengan peristiwa di Solo pagi ini.
Di sisi penegakan hukum, Andrie menuturkan sebenarnya kepolisian sudah bisa mendeteksi tentang dinamika kelompok dengan adanya sejumlah penangkapan. Namun, paparnya, yang sulit dilacak adalah tentang rencana aksi tersebut, macam kapan dan di mana aksi itu dilakukan.
Andrie juga menuturkan yang harus dievaluasi adalah mengapa kepolisian tetap menjadi terget serangan, macam peristiwa Bom MH Thamrin pada Januari lalu. Dia menduga apakah hal itu berkaitan dengan aksi balas dendam atau kepolisian memang dianggap kepanjangan tangan dari pemerintah yang kafir.
Dia menuturkan pekerjaan lain yang harus diselesaikan terkait dengan terorisme adalah upaya pencegahan maupun selama terpidana menjalani hukuman di penjara dan usai dipenjara. Upaya deradikalisasi, kata Andrie, menjadi persoalan tersendiri dalam masalah tersebut.
(asa)