Empat Kali Diculik, ABK Indonesia Target Favorit 'Bajak Laut'

Anggi Kusumadewi | CNN Indonesia
Senin, 11 Jul 2016 08:45 WIB
Penculikan tiga ABK asal Indonesia di perairan Sabah ialah insiden kelima dalam empat bulan terakhir. Para 'bajak laut' meneteng senapan laras panjang.
Ilustrasi. (ANTARA/Wahyu Putro A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaut Indonesia lagi-lagi menjadi sasaran penyanderaan oleh kelompok bersenjata. Tiga anak buah kapal berkewarganegaraan Indonesia diculik dari kapal mereka di perairan Sabah, Malaysia, Sabtu malam (9/7). Ini insiden penculikan kelima yang terjadi dalam empat bulan terakhir, menjadikan Indonesia negara favorit para ‘bajak laut’ yang kemudian menyandera para pelaut RI itu untuk meminta uang tebusan.

Kasus terbaru di perairan Sabah diduga melibatkan komplotan Abu Sayyaf seperti ketiga kasus penyanderaan sebelumnya. Kelompok militan Abu Sayyaf yang memiliki basis di selatan Filipina dikabarkan telah berbaiat pada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

The Star melaporkan, berdasarkan keterangan Komisaris Polisi Sabah Abdul Rashid Harun, kelompok yang menculik tiga pelaut Indonesia di perairan Sabah mengenakan pakaian militer. Mereka terdiri dari lima orang, menenteng senapan laras panjang M14 dan M16, serta naik speed boat sebelum loncat ke kapal korban.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Komplotan penculik itu tak fasih berbahasa Melayu. Mereka memerintahkan semua orang yang ada di kapal untuk berkumpul di geladak. Para penculik kemudian meminta paspor para awak kapal. Tiga awak yang membawa paspor Indonesia langsung dibawa, sedangkan yang tidak membawa paspor dibebaskan.

Malaysia langsung berkomunikasi dengan Filipina dan Indonesia terkait kasus ini. Tiga pelaut Indonesia tersebut berada di kapal yang terdaftar pada otoritas Malaysia. Mereka tengah mencari ikan. Sementara komplotan penculiknya diduga Malaysia merupakan kelompok Apo Mike, bagian dari Abu Sayyaf.

Sampai saat ini pemerintah Republik Indonesia belum memberikan keterangan resmi terkait penculikan keempat terhadap para pelaut Indonesia itu. Kasus serupa terus berulang selama tiga bulan terakhir, tanpa ada solusi konkret untuk menuntaskannya secara permanen.

“Kami masih berkomunikasi dengan berbagai pihak untuk mengonfirmasi soal penyanderaan tersebut,” kata Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhammad Iqbal.
Kasus penculikan terbaru ini terjadi saat Indonesia tengah berupaya membebaskan tujuh WNI lainnya yang juga diculik dalam dua tahap di Laut Sulu, barat daya Filipina, 20 Juni. Tujuh WNI itu diculik dari kapal pembawa batu bara, tugboat Charles 001 dan tongkang Robby 152, milik PT. Rusianto Bersaudara. Mereka tengah mengangkut batu bara dari Tagoloan Cagayan, Mindanao, menuju Samarinda, Kalimantan Timur.

Penculikan tahap pertama terjadi pukul 11.30, sedangkan penculikan tahap kedua pukul 12.45. Kelompok penyandera lantas meminta tebusan 200 juta Peso atau sekitar Rp61-65 miliar untuk empat dari tujuh WNI yang diculik.

Sementara pada bulan Mei, dua kali pula pelaut Indonesia diculik kelompok Abu Sayyaf. Penculikan pertama menimpa 10 anak buah kapal asal Indonesia. Penculikan kedua terjadi pada empat anak buah kapal lainnya. Pada kedua kasus itu, penyandera pun meminta tebusan dalam jumlah besar. Untuk 10 orang sandera Indonesia, tebusan yang diminta ialah 50 juta peso atau sekitar Rp14,3 miliar.

Kini 14 WNI yang diculik pada Mei itu telah dibebaskan. Pemerintah RI sejauh ini membantah pembebasan sandera dilakukan dengan membayar tebusan. Pemilik kapal, PT Brahma International, pun menyatakan tak ada penyerahan uang tebusan untuk kelompok penyandera.

Meski demikian, sumber di lingkungan pemerintah menyatakan terjadi pembayaran tebusan untuk para awak kapal yang disandera. Uang tebusan itu disebut bukan berasal dari pemerintah.
(agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER