Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan para tersangka kasus penyebaran vaksin palsu.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Agung Setya, Senin (11/7), mengatakan pihaknya sudah menelusuri aset para tersangka.
Bahkan, beberapa rekening yang diduga didapatkan dari bisnis haram sudah mulai dibekukan oleh penyidik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rincian rekening yang sudah dibekukan, lanjut Agung, baru bisa diungkapkan setelah ada pernyataan resmi dari bank terkait. Saat ini, polisi pun masih menunggu pernyataan itu.
"Kami bekukan dulu, blokir dulu, baru kami lakukan audit hasil kejahatan yang mana saja, kami tentukan, baru kami situ," kata Agung di kantornya, Jakarta.
Polisi juga, menurutnya, akan meminta bantuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk menelusuri aliran dana para pelaku.
"Tentunya nanti sebagaimana data yang kami butuhkan, hasil evaluasi seperti apa, PPATK kan punya metode yang lebih detil. Nanti akan kami mintalah (bantuan)," ujarnya.
Sementara itu, sejumlah aset berupa barang bergerak sudah mulai disita. Di antaranya adalah satu unit mobil SUV, satu sepeda motor
sporty dan satu sepeda motor skuter.
Untuk aset tidak bergerak, penyitaan masih harus menunggu izin dari pengadilan yang masih diproses.
Kini, sudah ada 18 tersangka yang ditahan oleh penyidik. Belasan orang itu diproses dalam tiga kelompok berbeda.
"Kami coba kelompokkan tiga berkas perkara dari 18 tersangka. Diharapkan bisa segera tuntas," kata Agung.
Sementara itu, belum ada bukti keterlibatan pihak rumah sakit dalam kasus ini. Walau demikian, diketahui ada belasan RS yang mengambil vaksin palsu tersebut.
"Kami identifikasi ada 12 RS sedang kami dalam. Karena kita memerlukan fakta yang riil dari proses penyebaran vaksin palsu seperti apa," kata Agung.
Beberapa waktu lalu, penyidik Bareskrim Polri telah mengamankan buku yang berisi catatan transaksi tersangka distributor vaksin palsu yang diamankan di Semarang, Jawa Tengah. Dari buku itu ditemukan catatan transaksi yang cukup besar sekitar Rp200 juta hingga Rp300 juta sekali transaksi.
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mencurigai rumah sakit swasta menggunakan vaksin palsu ini. Ia mengklaim fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah dari posyandu, puskesmas, hingga rumah sakit, vaksin yang digunakan terjamin keasliannya.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta pun menemukan 35 Fasilitas Kesehatan yang diduga menggunakan vaksin palsu. Temuan itu didapat setelah pihak Dinkes memeriksa 605 fasilitas kesehatan yang terdiri dari bidan dan dokter praktek pribadi, klinik 24 jam, klinik spesialis, dan rumah sakit swasta.
(rel)