Empat Vaksin Palsu Ditemukan di Sembilan Provinsi

Prilly Ramadhanty | CNN Indonesia
Kamis, 14 Jul 2016 21:06 WIB
Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek mengatakan, BPOM menemukan 4 vaksin palsu dari total 39 sampel vaksin yang diambil dari 37 Fasilitas Kesehatan di 9 provinsi.
Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek mengatakan, BPOM menemukan 4 vaksin palsu dari total 39 sampel vaksin yang diambil dari 37 Fasilitas Kesehatan di 9 provinsi. (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Kesehatan, Nila F. Moeloek mengungkapkan hasil penelitian terkait kandungan vaksin palsu yang beredar di masyarakat dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX di gedung DPR RI (14/7).

Menurut Nila, Badan Pengawas Obat dan Makanan menemukan empat vaksin palsu dari total 39 sampel vaksin. Sedangkan kandungan 35 jenis vaksin lainnya secara kualitatif sama dengan vaksin yang seharusnya.

"39 sampel vaksin diambil dari 37 Fasilitas Kesehatan di sembilan provinsi di Indonesia," kata Nila di Gedung DPR, Jakarta (14/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertama, Tripacel hasil produksi PT Sanofi Pasteur seharusnya mengandung Toksoid Difteri, Toksoid Tetanus, dan Vaksin Aseluler. Berdasarkan hasil uji ternyata mengandung Na dan Cl, serta vaksin Hepatitis B. Vaksin ini ditemukan di RSIA Mutiara Bunda, Jalan H. Mencong, Ciledug.
Kedua, Serum Anti Tetanus produksi PT Bio Farma seharusnya mengandung serum anti tetanus. Berdasarkan hasil uji ternyata mengandung Na dan Cl. Vaksin ini ditemukan di RS Bhineka Bahkti Husada, Jalan Cabe Raya, No. 17, Pondok Cabe, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan.

Ketiga, Tripacel produksi PT Sanofi Pasteur seharusnya mengandung Toksoid Difteri, Toksoid Tetanus dan Vaksin Aseluler. Berdasarkan hasil uji ternyata mengandung Antigen Pertusis. Vaksin ini ditemukan di Klinik Tridaya Medica, Jalan Tridaya Indah I Blok A1, Tambun, Bekasi.

Keempat, Pediacel produksi PT Sanofi Pasteur seharusnya mengandung Toksoid Difteri, Toksoid Tetanus, Vaksin Aseluler, Pertusis dan Vaksin Polio (IPV). Berdasarkan hasil uji ternyata mengandung vaksin Hepatitis B. Vaksin ini ditemukan di Apotek/Klinik Rahiem Farma, Jalan Dermaga Raya 129 Klender, Jakarta Timur.

"37 Faskes itu dicurigai mendapat vaksin dari sumber tidak resmi, sehingga kami uji palsu atau tidak, dan terbukti empat vaksin palsu," kata Nila.

Bukan hanya itu, berdasarkan hasil BPOM, lima dari 15 sampel vaksin yang diambil dari barang sitaan Bareskrim Polri pun memiliki kandungan yang tidak sesuai dengan seharusnya.
Kelima vaksin palsu tersebut yaitu Tripacel berisi Hepatitis B, Pediacel berisi Hepatitis B, ATS tidak mengandung ATS, Polivalent anti snake genom serum tidak mengandung anti bisa ular dan Tuberkulin berisi Hepatitis B, dan dua produk kadar tidak sesuai yaitu Euvax B dan Engerix B.

Modus Penjualan Vaksin Palsu

Nila menjelaskan, penyalur memasarkan vaksin dengan beberapa modus operasi seperti mengirim email ke bagian rumah sakit, menawarkan proposal harga kepada bagian pengadaan rumah sakit serta melalui orang dalam seperti perawat.

"Sebagian besar pengadaan barang disetujui oleh Direktur Rumah Sakit terkait," katanya.

Nila mengatakan, daftar rumah sakit yang diungkap belum lengkap. Penyidikan pun masih dilakukan untuk mengungkap pelaku lain yang terlibat dalam jaringan vaksin palsu.

Namun, Nila belum bisa menyebutkan instansi lain yang diduga menerima vaksin palsu demi kepentingan penyidikan.

"Penyidikan ini belum selesai," ujar Nila

Nila mejelaskan akan terus menelusuri vaksin palsu dengan melakukan verifikasi ke fasilitas kesehatan lainnya. Kementerian Kesehatan pun akan melakukan pendataan daftar penenerima vaksin palsu, kemudian melakukan imunisasi pada penerima sesuai dengan Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi.

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia, Arman Pulungan mengatakan tidak ada dampak yang perlu dikhawatirkan dari penggunaan vaksin palsu ini. Ia menambahkan, dampak negatif pada anak hanyalah kenyataan bahwa anak tidak memiliki antibodi seperti yang diharapkan.

Wakil Ketua Komisi IX Ermalena mengatakan pelaku pemalsuan vaksin palsu akan dikenakan dengan pasal berlapis.
Atas perbuatannya, pelaku pemalsuan vaksin dapat dijatuhkan dengan Pasal 197 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan; Pasal 62 ayat (1), (2), dan (3) UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; Pasal 3, Pasal 4, Pasal 7 ayat (1), (2) jo dan Pasal 64 UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang serta Pasal 225 angka (1), (2), (3) dan Pasal 386 ayat (1), (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sementara Fasilitas kesehatan pengguna vaksin palsu akan dijatuhkan hukuman berdasarkan Permenkes No. 56 tahun 2014 Pasal 78 ayat (6) tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit serta Permenkes No. 9 Tahun 2014 Pasal 41 ayat (1) dan (2) tentang Klinik. (rel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER