Aliansi Korban Vaksin Palsu Tuntut Pengawasan Kementerian

Alfani Roosy Andinni, Yuliawati | CNN Indonesia
Minggu, 17 Jul 2016 16:09 WIB
YLBHI menilai penyelesaian kasus vaksin palsu tidak selesai lewat imunisasi ulang, tapi perlu ada pertanggungjawaban pemerintah atas pengawasan selama ini.
Perwakilan Rumah Sakit Harapan Bunda memberikan keterangan kepada keluarga pasien yang diduga telah menerima vaksin palsu, Jakarta, Jumat, 15 Juli 2016. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sekitar 200 orang tua korban vaksin palsu berkumpul di Rumah Sakit Harapan Bunda, Jakarta Timur. Mereka menyerahkan biodata dan identitas kepada relawan Aliansi Keluarga Korban Vaksin Palsu yang di antaranya diorganisir oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.

“Kami mengumpulkan data para korban untuk kemudian menggugat pemerintah atas kelalaian dalam pengawasan vaksin palsu,” kata Direktur Direktorat Advokasi dan Kampanye YLBHI, Bahrain kepada CNNIndonesia.com, Minggu (17/7).

Menurut Bahrain, penyelesaian kasus vaksin palsu tidak selesai hanya dengan melakukan imunisasi ulang. Untuk memperbaiki kinerja pemerintah perlu sorotan atas pengawasan peredaran obat dan vaksin selama ini. Apalagi, peredaran vaksin palsu diperkirakan terjadi sejak 2003 dan mencakup sembilan wilayah provinsi di Indonesia.
Menurut Bahrain, posko advokasi dan pengaduan keluarga korban ini sudah dimulai sejak Badan Reserse Kriminal Mabes Polri menyidik kasus ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kami sudah bentuk posko pengaduan untuk para orang tua korban sebelum Idul Fitri," kata Bahrain.

Selama ini posko pengaduan berlokasi di kantor YLBHI, namun sejak pengumuman 14 rumah sakit menggunakan vaksin palsu, posko juga dibuka di RS Harapan Bunda.

“Para orang tua berkumpul di rumah sakit, para sukarelawan pun membentuk posko di wilayah itu,” kata dia.
Menurut Herlin salah satu relawan Aliansi Keluarga Korban Vaksin Palsu, para orang tua korban dapat bergabung dengan menyertakan beberapa dokumen foto kopi berupa KTP orang tua, kartu keluarga, dan kartu berobat anak. Selain itu keluarga korban juga diminta mengisi form dan menuliskan keluhan medis.

Pendataan ini mulai dari pagi dan hingga kini masih berlangsung di rumah sakit.

“Kami juga menyerahkan surat pernyataan memberikan kuasa kepada YLBHI untuk melakukan penelusuran termasuk memberikan akses rekam medis anak saya,” kata Ikhsan, orang tua pasien RS harapan Bunda.

Menurut Herlin, hingga kini pihak rumah sakit hanya mengakui pemberian vaksin palsu diduga pada periode Maret dan Juni 2016 ketika stok vaksin kosong. Jenis vaksin palsu diduga adalah pediacel (DPT, HIB dan Polio).

“Kami menerima pengaduan dari korban sejak 2003, bukan hanya mengandalkan keterangan rumah sakit yang menyatakan vaksin palsu pada Maret-Juni 2016,” kata Herlin.
Selain aliansi korban, RS Harapan Bunda membuka posko pengaduan bekerjasama dengan Satgas Penanganan Vaksin Palsu yang dibentuk Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri bersama Kemenkes, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), serta Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Posko dibuka mulai 08.00 hingga 12.00 dengan ditangani empat petugas.

Salah seorang staf posko, Nunung proses pendataan penerima vaksin palsu ini masih panjang.

"Setelah pendataan ini, proses masih panjang nanti ada verifikasi data, terus pengecekan apakah perlu divaksin ulang atau tidak," kata dia. Selain itu tim akan melihat kembali nomor rekam medis dan buku vaksin.

Ikhsan, orang tua dari pasien RS harapan Bunda menganggap proses untuk menerima vaksin ulang terlalu lama. Dia berencana akan memberikan secara pribadi vaksin ulang terhadap anaknya.
“Rumah sakit belum ada kejelasan kapan akan memberikan vaksin ulang. Mungkin nanti memang rumah sakit mengadakan, tapi kan saya juga mengejar waktu,” kata Ikhsan yang khawatir dengan nasib anaknya yang menerima vaksin palsu. (yul)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER