Jakarta, CNN Indonesia --
Tim Advokasi Buruh dan Rakyat (Tabur) yang menjadi kuasa hukum 26 aktivis buruh menduga saksi dari kepolisian memberikan keterangan palsu di dalam persidangan.
Salah satu anggota tim kuasa hukum Arif Maulana mengatakan, banyak keterangan saksi yang tidak sesuai fakta di lapangan.
"Banyak kebohongan yang disampaikan saksi. Dugaan bohong itu sangat kuat ketika dikomparasikan dengan video yang kami miliki, dan tanggapan saksi yang ditangkap," kata Arif saat ditemui usai persidangan perkara dugaan kriminalisasi 26 aktivis buruh di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kemarin.
Jaksa penuntut umum menghadirkan salah satu saksi dari pihak kepolisian yang menangkap para buruh saat demonstrasi 30 Oktober 2015, yaitu Toropan Sihotang, anggota Unit IV Subdit VI Ranmor Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Toropan merupakan salah satu dari empat anggota polisi yang tercatat menangkap 26 aktivis buruh.
Tiga anggota lainnya belum diperiksa sebagai saksi di persidangan. Mereka di antaranya Budi Antonius Sagala, Benny Situmeang, dan Dirman Alamsyah yang berada di direktorat yang sama.
Saat bersaksi, Toropan menjelaskan proses penangkapan 26 aktivis di lokasi aksi. Awalnya gas air mata ditembakkan sebagai peringatan agar massa aksi membubarkan diri. Buruh dipaksa bubar karena aksi telah melewati batas waktu yang ditentukan.
Sekitar pukul 19.00 WIB, Toropan dan sejumlah aparat kepolisian mulai bergerak menangkap massa aksi yang masih bertahan di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Toropan mengaku menangkap tujuh aktivis buruh dan seorang advokat publik dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.
Dia mengatakan perintah penangkapan itu berasal dari atasannya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti.
"Secara langsung dari direktur kami Pak Krisna Murti," kata Toropan di persidangan.
Orang yang ditangkap pertama kali oleh Toropan adalah Tigor Hutapea, advokat publik LBH Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Toropan, saat itu Tigor sedang berdiri diam sambil memainkan telepon selulernya di Pos Polisi seberang Istana. Dia langsung menyeret Tigor ke mobil tahanan.
Di persidangan, Tigor menjelaskan, saat kejadian dirinya sedang mendokumentasikan penangkapan buruh disertai kekerasan oleh kepolisian. Dia merekam video melalui ponselnya.
Namun ponselnya direbut paksa oleh polisi dan Tigor diminta menghapus foto-foto kejadian. Setelah itu dia mendengar ada perintah, "Tangkap! Bawa ke mobil tahanan."
Saat penangkapan itu, Tigor sebenarnya telah menunjukkan identitasnya sebagai pengacara LBH Jakarta. Dia diminta buruh memantau aksi sebagai tim advokasi. Namun kartu identitasnya justru disita dan Tigor tetap ditahan.
Dia juga merasa ada yang memukul dirinya saat ditangkap polisi di tempat kejadian. Namun Toropan mengaku tidak melihat siapa yang memukul Tigor.
"Saya sendiri tidak melihat ada yang memukul karena situasinya spontan," kata Toropan.
Usai menangkap Tigor, Toropan lalu menyasar para aktivis buruh yang berada di salah satu mobil komando aksi. Satu per satu mereka ditangkap dan digiring ke mobil tahanan.
Toropan menyatakan tidak ada polisi yang melakukan pemukulan kepada para buruh saat penangkapan dan penahanan.
Namun keterangan itu dibantah oleh para terdakwa. Salah satunya Ninpuno yang mengaku dipukuli saat ditangkap Toropan. Polisi yang memukuli dirinya berpakaian kaus biru berkerah bertuliskan Turn Back Crime di dadanya.
"Saat ditangkap saya enggak melawan, tapi yang mukili saya bergantian," kata Ninpuno.
Setelah itu dia mengaku dimasukkan ke mobil dalmas dan dibawa ke Silang Monas. Kemudian Ninpuno dipindah ke mobil tahanan dan diantar ke kantor Polda Metro Jaya.
Terdakwa lainnya, Suparno Prasetyo juga mengalami hal yang sama. Dia dipukuli polisi hingga bibirnya memar dan harus dioperasi. Karena itu Suparno membantah keterangan Toropan.
"Anda saya ragukan untuk jadi saksi di sini," tegasnya.
Di hadapan majelis hakim, Toropan juga mengatakan, sebelumnya dia pernah mengamankan aksi unjuk rasa pada malam hari. Saat itu dia mengamankan aksi mahasiswa pada awal 2015. Namun proses pengamanan tidak sebesar aksi buruh Oktober lalu.
Selain itu, Toropan juga menyatakan buruh tidak melakukan tindakan melawan hukum. Menurutnya, tidak ada pengrusakan fasilitas umum selama menggelar aksinya.
"Tidak ada anarkis, tidak ada perusakan, ada pelemparan batu tapi saya tidak tahu siapa yang melempar," katanya.
Keterangan Toropan, menurut Arif, menambah bukti bahwa para aktivis yang ditangkap tidak melakukan tindak pidana apapun. Dia juga menyatakan dalam undang-undang tidak ada aturan yang menyatakan adanya larangan aksi di malam hari.
"Saksi hari ini justru memperjelas tidak ada tindak pidana dalam aksi buruh 30 Oktober 2015," kata Arif.
Saat persidangan, video milik LBH Jakarta yang merekam proses penangkapan diputar di hadapan majelis hakim dan pengunjung. Video itu menunjukkan proses penangkapan buruh dilakukan dalam waktu yang bersamaan oleh sejumlah personel kepolisian.
Beberapa terdakwa yang tercatat dalam berita acara pemeriksaan ditangkap oleh Toropan, dalam video itu justru terlihat mereka ditangkap oleh anggota polisi yang berbeda.
Selain itu, dalam video itu juga menampilkan gambar beberapa anggota polisi yang terlihat merusak kaca depan mobil komando.
Ketika video itu diputar, seorang pengunjung sidang tiba-tiba menangis histeris. Seorang ibu yang menangis. Dia teringat peristiwa penangkapan di depan Istana malam hari itu.
Tim kuasa hukum mengingatkan majelis hakim atas kesaksian polisi yang menangkap delapan buruh. Arif mengatakan apabila keterangan saksi meragukan atau diduga tidak jujur, maka hakim harus mengingatkan saksi.
"Ini proses peradilan, kita mencari kebenaran materil, jangan tercederai dengan keterangan palsu. Mungkin niat saksi melindungi korpsnya, tapi itu tidak tepat," katanya.
Di akhir persidangan, Hakim Ketua Suradi menyatakan mempertimbangkan masukan dari tim kuasa hukum terdakwa. Suradi juga sempat menanyakan kepada saksi apakah tetap pada keterangannya atau ingin mengubahnya. Namun Toropan menjawab tetap pada keterangan yang telah dia sampaikan.
Di ruang sidang, ratusan buruh memadati bangku pengunjung. Bahkan banyak pula buruh yang duduk di lantai. Mereka menghadiri persidangan untuk menunjukkan solidaritas kepada sesama buruh yang menjadi terdakwa.
Mereka sempat menggelar aksi di luar gedung PN Jakarta Pusat. Beberapa aktivis buruh berorasi menyampaikan pendapatnya sebelum persidangan dimulai. Lalu lintas di depan gedung pengadilan tetap berjalan kondusif dan lancar.
Sejak pukul 09.00 WIB, aparat kepolisian dari Polda Metro Jaya, Polres Jakarta Pusat, dan Polsek Kemayoran melaksanakan apel dalam rangka pengamanan persidangan. Sebanyak 202 personel kepolisian dikerahkan di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kepala Kepolisian Sektor Kemayoran Kompol Adri Desas Puryanto mengatakan pihaknya menerima pemberitahuan bahwa massa buruh akan menghadiri jalannya persidangan. Selain itu, kata Adri, kelompok buruh juga akan menggelar unjuk rasa di area pengadilan.
"Infonya buruh yang akan hadir ada 250 orang. Kami akan berjaga di sini sampai sore," ujar Adri.
Seperti diketahui sebelumnya, kasus ini bermula saat ribuan buruh menggelar aksi unjuk rasa menuntut pemerintah mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015 yang berorientasi pada upah murah pada 30 Oktober 2015. Namun para buruh melampaui batas waktu aksi unjuk rasa yang mestinya berakhir pukul 18.00 WIB.
Polisi pun terpaksa menembakkan gas air mata. Saat itulah kondisi mulai ricuh. Polisi kemudian menangkap 26 aktivis buruh lantaran diduga melakukan tindakan kekerasan.
(rel)