Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menegaskan, pelaku penyebar kebencian di media sosial dalam kasus kerusuhan di Tanjungbalai, Sumatera Utara, harus segera diusut.
Dalam perkara itu, pembakaran rumah ibadah diprovokasi oleh penyebaran kebencian (hate speech) melalui media sosial. Polda Sumatera Utara telah membentuk tim siber untuk mencari provokator yang menyebar kebencian lewat media sosial.
"(Penyebar kebencian) itu harus diusut, dicari. Enggak usah di Tanjungbalai, di manapun kalau menyebar kebencian itu tidak boleh. Itu provokator," kata Wiranto di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa (2/8) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wiranto menyebut, aparat keamanan telah melakukan upaya penertiban pascakerusuhan tersebut. Polisi telah melokalisir persoalan agar kasus serupa tidak terulang di daerah lain. Aparat keamanan juga melakukan koordinasi terpadu dengan pemerintah daerah setempat untuk menenangkan masyarakat.
"Kami mengajak mereka untuk melakukan kesepakatan bersama bahwa kemarin itu sesuatu yang tidak boleh terjadi," ujarnya.
Hingga kini, sebanyak 17 orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Sembilan orang diduga melakukan pengrusakan, sementara sisanya diduga melakukan penjarahan saat kejadian. Polisi menggunakan kamera CCTV untuk membuktikan keterlibatan mereka.
Rehabilitasi WiharaSelain itu, kata Wiranto, pemerintah juga telah menginstruksikan aparat setempat untuk memulihkan wihara yang rusak dibakar massa. Polisi dan TNI Angkatan Darat, kata Wiranto, tengah melakukan rehabilitasi rumah ibadah yang rusak.
"Supaya mereka bisa segera melaksanakan ibadah. Tentu secara psikologis mereka juga enggak melihat lagi sisa-sisa seperti itu, yang membuat orang menjadi sakit hati karena teringat kembali hal yang negatif itu," ujar Wiranto.
Kerusuhan berbau SARA terjadi di Kota Tanjungbalai pada Jumat (29/7) malam hingga Sabtu dini hari. Kerusuhan itu diduga diawali karena adanya protes dari seorang perempuan etnis Tionghoa atas volume azan yang dikumandangkan di salah satu masjid dekat rumahnya.
Tanpa diduga, informasi negatif begitu cepat menyebar di media sosial dan memicu kerusuhan yang berbau SARA. Perisitiwa itu setidaknya menyebabkan sebelas rumah ibadah milik umat Buddha dirusak massa.
(adt)