Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berhasil menangkap tersangka berinisial ESWK berikut 22 barang bukti perdagangan tumbuhan dan satwa liar (TSL) yang dilindungi.
Direktur Penegakan Hukum Pidana Muhammad Yunus mengatakan, 22 barang bukti tersebut ditemukan melalui operasi tangkap tangan di kediaman tersangka.
"Kami akan serahkan barang bukti ke kejaksaan untuk selanjutnya dilakukan persidangan di sana," ujar Yunus saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com pada Kamis (4/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengungkapan kasus ini, tutur Yunus, berawal dari operasi penertiban peredaran satwa liar berdasarkan Surat Perintah Tugas Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan No.PT.13/XI/PPH-2/2016 tanggal 15 Januari 2016.
Sebelum penangkapan, pihak KLHK melakukan operasi intel terhadap ESWK. Ketika menggeledah rumah ESWK di Jl. Raya Musirin 1 No. 35 A Rt. 010/002 Kelurahan Kedoya Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, para petugas berhasil menemukan sejumlah barang bukti.
Bukti-bukti yang ditemukan terdiri dari kulit rusa sepanjang 6 meter, 3 lembar kulit Macan Tutul, kulit Ular Sanca, kulit Harimau Utuh, kulit Rusa Tutul dan Macan Kumbang, serta kulit Beruang Madu. Petugas juga menyita burung Cendrawasih, Kucing Mas, Burung Bayan, Burung Nuri, dan Burung Kepala Hitam.
Yunus mengungkapkan, KLHK sejauh ini belum mengetahui apakah perdagangan TSL ini berhubungan dengan sindikat TSL internasional atau tidak. Ia menyatakan, pihaknya sedang fokus untuk menggali dan menguak sindikat perdagangan pada skala nasional terlebih dahulu
"Tersangka masih belum mengatakan dari mana dirinya mendapat barang tersebut. Akan kami kembangkan, makanya dalam penyidikan satu persatu, kalau sudah selesai akan kami lihat mau dibawa ke mana," kata Yunus.
Berkas tersangka berinisial ESWK telah dinyatakan P21 oleh Kejaksaan Agung pada April lalu. Selanjutnya kasus tersebut akan disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani menyatakan, banyaknya kasus kejahatan TSL menunjukan semakin tingginya ancaman terhadap kelestarian ekosistem.
Menurut Roy, beberapa faktor yang mendorong tingginya perdagangan TSL ini antara lain longgarnya pengawasan dan penjagaan kawasan hutan sehingga mudah dimasuki pemburu ilegal.
"Kerugian negara akibat kejahatan TSL ini tidak hanya uang, tapi juga kerugian masa depan dan kelestarian ekosistem, serta lingkungan kita," kata Roy.
(wis/wis)