HRW Anggap Pemerintah Picu Serangan terhadap Kaum LGBT

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Kamis, 11 Agu 2016 15:58 WIB
Human Rights Watch merilis laporan penelitian berjudul "Permainan Politik Ini Menghancurkan Hidup Kami': Komunitas LGBT Indonesia di Bawah Ancaman".
Sejumlah aktivis Gerakan Keberagaman Seksualitas Indonesia (GKSI) saat aksi simpatik memberi karangan bunga pada Kedubes Amerika sebagai bentuk duka cita dan mengutuk aksi penembakan klab LGBT di Orlando, AS, Selasa, 14 Juni 2016. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah dinilai berada di balik kampanye diskriminatif yang memicu serangan terhadap kaum minoritas seksual dan gender pada awal 2016. Kampanye itu meliputi retorika penuh kebencian, fatwa diskriminatif, serta penggunaan kekuatan untuk menekan kegiatan berkumpul kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Hari ini, Kamis (11/8), Human Rights Watch (HRW) merilis sebuah laporan penelitian berjudul "Permainan Politik Ini Menghancurkan Hidup Kami': Komunitas LGBT Indonesia di Bawah Ancaman," di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta.

Laporan ini dibuat berdasarkan wawancara 70 orang dari minoritas seksual dan gender, aktivis HAM, dan perwakilan masyarakat sipil di beberapa tempat di Indonesia. Penelitian dilakukan antara Januari hingga Juni 2016.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Laporan setebal 58 halaman ini menyebut adanya pernyataan resmi pemerintah yang dianggap penuh prasangka dan dinilai tidak benar terkait kaum LGBT. Pernyataan itu memicu sanksi sosial beurupa pelecehan dan tindak kekerasan terhadap terhadap kaum LGBT di Indonesia. Bahkan mereka mendapatkan ancaman pembunuhan dari sekelompok individu intoleran.

Lembaga-lembaga negara termasuk Komisi Penyiaran Indonesia dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengeluarkan petunjuk penyensoran untuk melarang informasi dan penyiaran yang menggambarkan kehidupan kaum LGBT. Kombinasi antara retorika dan kebijakan yang diskriminatif ini dinilai membahayakan keamanan fisik dan hak atas kebebasan berekspresi kaum LGBT.

"Tindakan diskriminatif para pejabat dan lembaga-lembaga negara Indonesia secara gamblang menyingkap betapa dalam dan luasnya prasangka pemerintah, dan ini belum kelihatan akan berakhir," kata Kyle Knight, peneliti hak-hak LGBT pada HRW.

Dia mengatakan, retorika anti LGBT juga mengungkap keengganan pemerintah untuk berdiri di antara minoritas yang terpinggirkan dan para penyerangnya. Hal ini, kata Kyle, menunjukkan kegagalan mendasar pemerintah untuk memberikan perlindungan, setara dengan kegagalan Indonesia belakangan ini dalam memberikan perlindungan terhadap agama minoritas.

Serangkaian ucapan anti LGBT dimulai pada 24 Januari lalu. Saat itu Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir melarang organisasi-organisasi mahasiswa LGBT di berbagai kampus Indonesia. Nasir menyatakan, kelompok-kelompok LGBT "tidak sesuai dengan tataran nilai dan kesusilaan bangsa Indonesia."

Dalam beberapa pekan, berbagai pernyataan menyebar melalui media. Berbagai pernyataan yang menyudutkan kaum LGBT itu disampaikan pemerintah dan perwakilan lembaga.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyebut aktivisme terhadap hak LGBT sebagai "proxy war" terhadap bangsa Indonesia yang lebih berbahaya daripada perang nuklir.

Sementara Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah mengingatkan ibu-ibu muda bahwa susu bayi formula bisa membuat anak menjadi gay.

Organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama juga menyerukan kriminalisasi terhadap tingkah laku dan aktivisme LGBT. Organisasi penerima dana bantuan internasional untuk membantu pasien HIV serta mendapingi perempuan waria ini juga mendorong "rehabilitasi" untuk orang-orang LGBT.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia ikut menyuarakan seruan anti LGBT. Mereka menyatakan orientasi seksual sesama jenis dan identitas transgender adalah masalah "kesehatan jiwa". Perhimpunan ini pun merekomendasikan "rehabilitasi" psikologis.

Pada Februari, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa penanganan LGBT memerlukan pendekatan agama. Meski demikian, kata Luhut, kaum LGBT masih warga negara Indonesia yang memiliki hak untuk dilindungi. Namun Luhut dinilai tidak membantah prasangka terhadap LGBT.

Sedangkan aparat kepolisian membubarkan disertai kekerasan sebuah aksi damai solidaritas LGBT di Yogyakarta. Polisi tidak menghiraukan ancaman terhadap kaum LGBT oleh kelompok Islam militan, yang mengadakan aksi tandingan di berbagai tempat di kota yang sama.

"Saya tidak merasa aman ketika melihat pernyataan-pernyataan "habisi LGBT" di media sosial," kata seorang pemuda gay 25 tahun di Sulawesi Selatan kepada HRW, dikutip dalam rilisnya. "Saya merasa seperti anjing. Polisi dan pemerintah seharusnya melindungi kami, bukannya malah ikut serta (mengecam)."

Kyle meminta pemerintah Indonesia segera mengecam pernyataan-pernyataan diskriminatif oleh pejabat publik dan komisi-komisi negara. Selain itu, lembaganya juga mendesak agar pemerintah menegakkan kebijakan tanpa diskriminasi dalam pelayanan kesehatan, informasi publik dab operasi-operasi ketertiban umum.

"Pemerintah perlu menunjukkan komitmennya untuk melindungi warga negara Indonesia dari kekerasan dan diskriminasi dengan menghapus aturan-aturan daerah yang diskriminatif, menolak pengajuan rancangan peraturan anti LGBT dan berjanji untuk mendukung kebebasan berekspresi dan keberagaman," kata Kyle.

Komisioner Komnas HAM Nurkhoiron menyambut baik laporan penelitian yang dibuat HRW. Menurutnya, laporan tersebut cukup konkret. Saat ini, kata Nurkhoiron, negara telah melangkah mundur atas penghormatan dan perlindungan kaum LGBT di Indonesia.

"Isunya meluas, sistematis, dan masif. Kebencian terhadap LGBT terjadi sangat cepat dan dampaknya masih kita rasakan," kata Nurkhoiron.

Dia mengatakan, sebagian besar masyarakat Indonesia belum bisa mendudukkan konsep negara. Cara pandang keagamaan dipaksakan dalam konteks negara. Banyak kelompok mencoba memasukkan nilai mereka masing-masing ke dalam sebuah undang-undang.

"Problemnya, mereka selalu berkehendak untuk memaksakan nilai-nilainya ke dalam sistem negara modern. Seharusnya negara bebas dari intervensi nilai apapun," ujar Nurkhoiron.

Kini sebuah gugatan sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi yang melibatkan sejumlah profesor sebagai penggugat. Mereka meminta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diubah agar ada kriminalisasi terhadap hubungan seks sejenis suka sama suka, hukuman maksimal lima tahun penjara.

Sidang berikutnya dijadwalkan pada 23 Agustus dan akan dihadiri Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Asrorun Ni'am Sholeh yang mendukung kampanye anti LGBT. Atas tindakannya itu, dia dinilai mengabaikan mandatnya dalam melindungi semua anak Indonesia. (obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER