Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa staf PT Hutama Karya (Persero) terkait dengan kasus dugaan korupsi pembangunan Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Kabupaten Agam, Sumatra Barat pada Kementerian Dalam Negeri tahun anggaran 2011.
Berdasarkan keterangan resmi KPK, ada dua staf PT Hutama Karya yang akan diperiksa, yaitu Widi Sadmoko dan Budi Setyawan. Keduanya akan diperiksa sebagai saksi bagi tersangka Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi pada Sekretariat Jenderal (Setjen) Kemendagri Dudy Jocom. Dudy juga adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset (PAKPA) pada Setjen Kemendagri 2011.
Selain Widi dan Budi, KPK juga turut memanggil karyawan swasta Dwiyanto Sulistyo Budi untuk diperiksa sebagai saksi bagi Dudy.
Pada Maret lalu, KPK mentetapkan Duddy dan General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya Budi Rachmat Kurniawan sebagai tersangka dalam kasus korupsi tersebut. KPK menilai Dudy dan Budi telah menyalahgunakan kewenangannya dan memperkaya diri sendiri dalam proyek pembangunan gedung kampus IPDN pada Kemendagri TA 2011.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan perhitungan KPK, negara diduga mengalami kerugian Rp34 miliar dari nilai proyek sebesar Rp125 miliar.
Atas perbuatannya, keduanya disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Untuk diketahui, selain menjadi tersangka korupsi IPDN, Budi juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pelayaran Tahap III Kementerian Perhubungan di Sorong, Papua tahun anggaran 2011. Akibat tindakannya,negara mengalami kerugian Rp40,2 miliar.
Dalam kasus itu, Budi telah divonis bersalah dengan hukuman penjara 5 tahun dan denda sebesar Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan. Dia juga dikenakan hukuman tambahan berupa pembayaran uang ganti rugi sebesar Rp 576 juta.
(asa)