KPK: Revisi PP 99/2012 Akan Hilangkan Efek Jera Bagi Koruptor

Joko Panji Sasongko | CNN Indonesia
Rabu, 10 Agu 2016 18:42 WIB
Revisi dianggap akan memudahkan koruptor untuk mengajukan remisi. KPK berharap Kemenkumham membatalkan rencana revisi.
Ketua KPK Agus Rahardjo (kiri) bersama Jamintel Kejaksaan Agung Adi Toegarisman saat memberi keterangan operasi tangkap tangan terkait dugaan suap aparat Kejati DKI Jakarta di Gedung KPK, Jumat, 1 April 2016. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan tidak sepakat dengan langkah Kementerian Hukum dan HAM untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan tindakan Kemenkumham merevisi PP itu akan berdampak pada lemahnya efek jera terhadap pelaku kejahatan luar biasa, khususnya pelaku korupsi. Menurutnya, revisi PP itu akan memudahkan koruptor untuk mengajukan remisi. Oleh karena itu, KPK berharap Kemenkumham membatalkan rencana tersebut.

"Ya jangan lah (revisi PP Nomor 99 Tahun 2012). Kami ingin memberikan efek jera. Harapan KPK jangan ada remisi," ujar Agus di Gedung Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, Rabu (10/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Agus menuturkan, KPK sejatinya tidak ingin para pelaku korupsi mendapat keringanan hukuman. Bahkan, ia berkata, KPK tengah melakukan kajian untuk memberikan efek jera lain bagi para koruptor, yaitu memberikan hukuman denda khusus sebagai langkah mengganti kerugian negera.

"​Kita sedang berfikir selain hukuman badan, KPK ingin kerugian negara dikembalikan. (Seperti) ada denda itu kita terapkan," ujar

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly berkata, PP 99/2012 diundangkan dengan filosofi yang tidak sesuai. Pemerintah, kata dia, akan menerbitkan PP baru yang akan memberikan hak setara bagi seluruh narapidana.


"Kami akan perbaiki karena filosofinya menyatakan semua warga binaan harus mendapatkan revisi. Memang akan ada dampaknya ke over capacity, tapi kami harus koreksi dulu filosofinya," ucapnya di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (14/6).

Yasonna menuturkan, PP 99/2012 bertentangan dengan sejumlah peraturan perundang-undangan yang secara hirarkis berada di atasnya, terutama UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan.

PP 99/2012 merupakan perubahan atas PP Nomor 32 Tahun 1999. Perubahan kedua itu mengatur sejumlah syarat pemberian remisi bagi narapidana kasus pidana narkotik, kejahatan HAM, terorisme, keamanan negara, korupsi dan pidana transnasional lainnya.

Sejumlah syarat itu antara lain bersedia menjadi justice collaborator serta melunasi denda dan uang pengganti pidana.

(obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER