Jakarta, CNN Indonesia -- DPR menilai keputusan Presiden Joko Widodo memberhentikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar sudah tepat. Arcandra diberhentikan setelah kasus dwi-kewarganegaraan Indonesia-Amerika Serikat yang menderanya.
"Sudah tepat, karena melanggar UU Kewarganegaraan. Tapi yang salah bukan dia, presiden dan timnya," kata Anggota Komisi III DPR Nashir Djamil saat dihubungi CNN Indonesia, Senin (15/8), sesaat setelah Arcandra diumumkan diberhentikan.
Arcandra diberhentikan setelah muncul berita bahwa dia memiliki dua kewarganegaraan, Indonesia dan Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Paspor Indonesia beberapa kali digunakannya saat melakukan perjalanan ke Indonesia. Padahal, Arcandra telah memiliki paspor AS dan menjadi warga negara itu sejak Maret 2012 dalam proses naturalisasi serta telah mengambil sumpah setia pada AS.
Jika isu itu benar terjadi, maka status warga negara Indonesia Arcandra terancam dicopot. Sesuai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, Indonesia tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride).
Nashir menilai ada kejanggalan dibalik diberhentikannya Arcandra. Presiden dan pembantunya, kata dia, seharusnya sudah tau sejak awal dengan status kewarganegaraan menteri yang baru bekerja selama 20 hari ini.
Dia pun menduga diangkatnya Arcandra bukan kemauan presiden. Ada pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dengan mendesak presiden mengangkat Arcandra.
Untuk itu, Nashir berencana mengajak anggota dewan lainnya untuk mengajukan hak interpelasi atau hak bertanya kepada presiden.
"Untuk bertanya kok bisa masuk. Pertama kenapa diberhentikan alasannya? Oh pegang paspor. Kenapa bisa masuk? Kenapa bisa lolos? Ngga mungkin ini, ini bukan RT," kata Nashir.
Namun, hak interplasi menurutnya dapat digulirkan jika ada kesepakatan dari anggota dewan lainnya. Ia pun pesimistis melihat kondisi parlemen yang cenderung tidak berani.
"Menurut saya hak interpelasi adalah hak publik yg diberikan kepada DPR sehingga publik tahu. Publik perlu tau. Persoalannya apakah DPR masih berani atau tidak," kata Nashir.
(den)