Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang terkait dengan dugaan penyimpangan antara harta kekayaannya dengan profesinya sebagai pegawai negeri sipil.
Selain itu, Sanusi juga didakwa menerima suap sebesar Rp2 miliar terkait dengan pembahasan Raperda mengenai zonasi pesisir untuk proyek reklamasi di Teluk Jakarta.
Jaksa Penuntut Umum KPK Ronald Worontika mengungkapkan ada penyimpangan antara kekayaan yang dimiliki Sanusi dengan pekerjaannya sebagai PNS. Harta kekayaan Sanusi sebagai anggota DPRD DKI yang mencapai Rp45 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Uang senilai Rp45 miliar itu di antaranya digunakan untuk membangun gedung bernama 'Sanusi Center' di kawasan Kramat Jati Jakarta Timur, membeli sejumlah rumah susun nonhunian di Jakarta, membeli tanah dan bangunan di Jakarta, membeli satu unit mobil Audi, dan membeli satu unit mobil Jaguar.
"Terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa harta kekayaan yang digunakan terdakwa untuk melakukan pembelanjaan adalah hasil tindak pidana korupsi," ujar jaksa Ronald saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (24/8).
Terdakwa juga menyimpan uang sebesar US$10.000 dalam brankas di rumahnya yang ada di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Uang tersebut merupakan hasil permintaan Sanusi pada pihak-pihak lain yang merupakan mitra kerja Dinas Tata Air DKI Jakarta.
"Penghasilan resmi terdakwa sebagai anggota DPRD DKI tidak sebanding dengan harta kekayaan yang dimiliki, sehingga asal-usulnya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sah," ucap jaksa Ronald.
Atas perbuatannya, jaksa mendakwa Sanusi dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Ditemui usai persidangan, Sanusi menyatakan tak mengajukan eksepsi lantaran ingin segera masuk ke materi pokok persidangan. Dia hanya meminta doa agar persidangan dapat berjalan lancar.
"Nanti kita buktikan saja di pengadilan. Doakan saja saya bisa buktikan sesuai saksi yang dihadirkan," ucap Sanusi.
Sementara itu, penasihat hukum Sanusi Krisna Murti menilai ada cacat penulisan dalam dakwaan soal TPPU yang disampaikan JPU.
Salah satunya adalah penyebutan pihak-pihak lain yang disampaikan dalam surat dakwaan. "Pihak-pihak lain ini siapa saja, sebutkan dong. Rekening saja disebut," katanya.
(wis/asa)