Jakarta, CNN Indonesia -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan rencana kenaikan harga rokok tidak perlu mempertimbangkan daya beli masyarakat karena sesuai dengan filosofi penerapan harga cukai.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, dalam prinsip cukai penetapan harga tinggi suatu barang merupakan siasat untuk mengendalikan laju penggunaan barang yang memiliki efek samping bagi masyarakat.
Sejalan dengan itu, Tulus berpendapat cukai tinggi sudah seharusnya diterapkan pada rokok sejak dulu.
Menurutnya, selama ini peredaran rokok di Indonesia sudah seperti peredaran kebutuhan pokok karena cukai rokok yang terbilang sangat rendah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Peredaran rokok itu ada di mana-mana, sudah seperti beli beras, di mana-mana ada, siapapun bisa beli bahkan anak di bawah umur," kata Tulus di Jakarta, Sabtu (27/8).
Tulus nenilai kenaikan cukai dengan mempertimbangkan daya beli justru salah kaprah. Rokok merupakan barang yang memiliki efek samping adiktif sehingga penggunaannya harus dikendalikan.
"Caranya, dengan menaikkan harga cukai, kalau cukai naik, harganya naik, nanti kalau mahal masyarakat kan berpikir kalau mau merokok," katanya.
Tulus mengingatkan pemerintah, murahnya cukai rokok merupakan pelanggaran dalam filosofi pengadaan cukai. Harusnya, cukai rokok diimplementasikan secara ketat seperti cukai alkohol.
"Kalau alkohol cukainya ketat, tetapi kalau rokok kok rasanya sama sekali tidak ketat, semua kalangan bisa dengan mudah memperoleh rokok, padahal bahayanya sama kaya alkohol," kata Tulus.
Kenaikan harga dan cukai rokok sebelumnya sudah diusulkan oleh Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan (PKEKK) Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.
Hasbullah Thabrany, Ketua PKEKK mengatakan, riset lembaganya menyatakan 76 persen responden setuju berhenti merokok jika harga per bungkus adalah Rp50.000. Adapun dana hasil kenaikan harga dan cukai, kata Thabrany, bisa dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk lain.
Harga rokok di Indonesia terbilang sangat murah. Kisaran harga satu bungkus rokok bahkan di bawah Rp 20.000. Hal ini dinilai menjadi penyebab tingginya jumlah perokok di Indonesia.
(wis/wis)