Terbukti Suap, Eks Presdir Podomoro Divonis 3 Tahun Penjara

Gloria Safira Taylor | CNN Indonesia
Kamis, 01 Sep 2016 14:52 WIB
Mantan Presiden Direktur Agung Podomoro Ariesman Widjaja terbukti bersalah memberikan suap kepada Mohammad Sanusi, mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta.
Mantan Presiden Direktur Agung Podomoro Ariesman Widjaja terbukti bersalah memberikan suap kepada Mohammad Sanusi, mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis tiga tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsider tiga bulan penjara kepada Mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk, Ariesman Widjaja.

Ketua Majelis Hakim Sumpeno menyatakan, Ariesman terbukti bersalah karena memberikan suap kepada Mohammad Sanusi yang menjabat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta saat itu.

Suap yang bernilai Rp 2 miliar itu terkait pembahasan Rencana Peraturan Daerah (Raperda) Reklamasi Pantai Utara Jakarta di DPRD DKI Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan kesatu," kata Sumpeno saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (1/9).
Meski demikian, vonis hukuman yang diberikan ini lebih ringan dari tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebelumnya, JPU menuntut Ariesman agar dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan penjara terkait dengan kasus dugaan korupsi.

Dalam persidangan, terungkap bahwa Ariesman sempat melakukan pertemuan dengan sejumlah anggota DPRD dan Chairman PT Agung Sedayu Group, Sugiyanto Kusuma alias Aguan pada Desember 2015. Dalam pertemuan tersebut dilakukan pembahasan mengenai dua raperda yang belum selesai. Raperda tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Pesisir, dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Ariesman kemudian meminta Sanusi untuk mempercepat proses pembahasan Raperda yang tidak kunjung selesai. Pembahasan tersebut berjalan lambat diduga karena ketentuan kontribusi tambahan 15 persen yang dianggap memberatkan bagi pengembang.

Setelah itu, Ariesman menjanjikan untuk memberikan uang sebesar Rp2 miliar pada Sanusi, yang sedianya digunakan pada Pilkada 2017.
Keduanya pun sepakat. Sanusi menggagas nilai kontribusi tetap lima persen dalam bentuk tanah, sedangkan tambahan kontribusi 15 persen diambil dari NJOP tanah tersebut, bukan hitungan NJOP dari keseluruhan tanah yang dijual.

Transaksi pun dilakukan bertahap. Ariesman memberikan uang pada Sanusi melalui staf pribadinya, Gerry Prastia, di FX Mall Senayan, Jakarta pada 31 Maret 2016. Sanusi yang menunggu dalam mobil tersebut akhirnya menerima uang yang dimasukkan dalam ransel warna hitam.

Namun, keduanya terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi, di tempat terpisah. Pada 1 April 2016, Ariesman menyerahkan diri ke kantor KPK.

Atas perbuatannya, Hakim menyatakan Ariesman terbukti melanggar‎ Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (rel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER