Badrodin: Radikalisme dan Imigran Gelap Jadi Tugas Berat BG

Rosmiyati Dewi Kandi | CNN Indonesia
Jumat, 02 Sep 2016 12:07 WIB
Badrodin Haiti juga meyakini Budi Gunawan tidak akan mengalami kendala jika harus berkoordinasi dengan KPK dalam menjalankan tugas-tugas di BIN.
Mantan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Kepala Polri Jenderal (Purn) Badrodin Haiti merespons positif pencalonan Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Terorisme, radikalisme, dan kasus imigran gelap menjadi tugas berat Budi jika resmi menjabat Kepala BIN.

“Antisipasi terhadap pergerakan orang yang masuk ke Indonesia harus lebih ketat, itu menjadi tugas berat karena kita enggak tahu apa tujuan orang masuk ke negara kita,” kata Badrodin kepada CNNIndonesia.com, Jumat (2/9).

Badrodin menyatakan, intelijen BIN harus lebih waspada terhadap para pendatang maupun informasi yang diterima agar tidak kecolongan tindakan-tindakan terorisme. Namun dengan jaringan luas dan akses informasi yang dimiliki Budi, Badrodin optimistis kinerja BIN bakal lebih baik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Intelijen harus bisa menjadi satu mata dan telinga untuk menjalankan tugas-tugas BIN,” tutur Badrodin.

Koordinasi dengan seluruh aparat penegak hukum, lanjut Badrodin, juga dia yakini akan berjalan mulus. Termasuk dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang pernah berseteru dengan Budi ketika dia dicalonkan menjadi Kapolri pada awal tahun lalu.

Sosok Budi yang sarat kontroversi pun dinilai sebagai hal yang wajar oleh Badrodin.

“Pro dan kontra itu biasa. Dengan KPK tidak akan ada masalah, sekarang karena hubungan Budi dengan KPK sudah baik. Mari melihat sisi positifnya dan kalau prestasinya bagus, harus kita akui juga,” ujarnya.

Budi mulai menjadi kontroversi ketika namanya diserahkan Presiden Joko Widodo ke DPR sebagai calon tunggal Kapolri menggantikan Jenderal Sutarman, 9 Januari 2015. Empat hari berselang, KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dugaan menerima gratifikasi saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Polri.

Status tersangka Budi tak menyurutkan DPR menjalankan uji kepatutan dan kelayakan satu hari setelah penetapan tersangka, 14 Januari 2015. Satu hari kemudian, paripurna DPR bahkan menyetuji Budi menjadi Kapolri.

Namun Budi tak dilantik Jokowi. Presiden malah menunjuk Badrodin yang kala itu menjabat Wakapolri sebagai pelaksana tugas dan wewenang harian Kapolri.

Wakil Ketua KPK saat itu Bambang Widjojanto mengaku telah menjelaskan secara rinci kasus yang menjerat Budi kepada Jokowi.

"Kami bertemu Presiden terakhir kali sebelum keputusan memilih calon Kapolri. Saat itu kami telah menjelaskan kronologi kasus Budi Gunawan dari A sampai Z," kata Bambang di Jakarta, 20 Januari 2015.

Rekening milik Budi di sejumlah bank juga diblokir KPK saat itu. Budi lantas menggugat status tersangkanya lewat praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 19 Januari 2015, dan menjadi orang pertama yang memenangkan gugatan itu.

Baca: Babak Baru Urusan Budi Gunawan

Kemenangan Budi di praperadilan menggugurkan status tersangkanya, sekaligus membuat pengadilan negeri kebanjiran gugatan penetapan status tersangka, persoalan yang sebenarnya tidak masuk objek praperadilan.

Kemenangan Budi juga yang membuat Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Hal itu diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada akhir April 2015. Penetapan tersangka pun masuk menjadi objek praperadilan sejak saat itu. (rdk/wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER