Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama meminta Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk menyelidiki dugaan penerimaan uang sebesar Rp50 miliar di kalangan anggota dan pemimpin DPRD DKI Jakarta.
Penerimaan uang tersebut diduga sebagai imbalan percepatan
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta. Uang itu diduga diberikan oleh Chairman Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma atau Aguan.Hal ini disampaikannya saat hadir sebagai saksi dari JPU untuk sidang kasus suap raperda reklamasi yang melibatkan mantan Ketua DPRD Komisi D DPRD Muhammad Sanusi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya meminta nih mudah-mudahan Jaksa Penuntut Umum, Majelis Hakim dan kepolisian bisa telusuri lebih dalam apa yang terjaid dengan DPRD," kata Ahok di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (5/9).
Saat persidangan itu, salah satu Majelis Hakim bertanya kepada Ahok apakah dirinya kenal dengan Aguan.
"Saya kenal dengan semua pengembang termasuk Pak Aguan. Saya kenal Pak Aguan saat masih menjadi anggota DPR RI Komisi II," ucapnya.
Selain itu, majelis hakim juga menanyakan kepada Ahok tentang adanya dugaan pemberian uang itu sebagai upaya untuk proses legislasi raperda reklamasi.
"Saya tidak tahu soal itu," ujar Ahok.
Meski demikian, Kuasa Hukum Sanusi Maqdis Ismail meminta supaya Ahok tidak berasumsi dalam sidang dan menuding sejumlah nama lainnya. "Saudara saksi jangan berasumsi dan menuduh," ucapnya.
Sebelumnya, dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Direktur Utama PT Kapuk Naga Indah, Budi Nurwono, yang dibacakan dipersidangan terdakwa pemberi suap mantan Presdir PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja dan ajudannya, Trinanda Prihantoro selaku perantara suap, terkuak bahwa ada fee Rp50 miliar bagi sejumlah anggota DPRD DKI.
Budi menyebut, fee Rp50 miliar itu untuk mempercepat pembahasan dan pengesahan raperda yang menjadi pokok kasus suap tersebut.
Menurut Budi, kesepakatan itu terjadi dalam sebuah pertemuan di sebuah lokasi yang tak disampaikan dalam BAP. Pertemuan itu, kata Budi, dihadiri Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi, Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik, dan mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi, selaku tersangka penerima suap.
Namun, Budi yang telah mangkir tiga kali untuk manjadi saksi persidangan dan mengaku sedang dirawat di Singapura mencabut keterangan dalam BAPnya itu. Jaksa Penuntut Umum KPK menilai pencabutan BAP Budi tidak sah, karena tak dibenarkan oleh hukum.
(rel/yul)