Saksi Ahli Sebut 0,2 mg Sianida di Lambung Mirna Tak Berarti

Gloria Safira Taylor | CNN Indonesia
Kamis, 08 Sep 2016 00:10 WIB
Ahli Patologi Forensik Djaja Surya Atmadja juga menampik kemungkinan sianida berasal dari minuman yang dikonsumsi Mirna sesaat sebelum tewas.
Kadar 0,2 mg sianida di lambung Mirna dinilai bukan jumlah yang cukup berarti untuk membunuh korban. (CNN Indonesia/Djonet Sugiarto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Saksi Ahli Patologi Forensik Universitas Indonesia, Djaja Surya Atmadja menilai, kadar 0,2 miligram sianida dalam lambung bukan jadi penyebab kematian Wayan Mirna Salihin. Sianida baru bisa membunuh jika ada di dalam hati manusia.

Pernyataan ini dikeluarkan Djaja saat menjadi saksi ahli dalam sidang perkara pembunuhan berencana dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso, Rabu (7/9) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Djaja adalah saksi meringankan yang dihadirkan kuasa hukum terdakwa.

"Kadar 0,2 miligram di lambung tidak ada artinya. Sebenarnya yang harus fokus itu di hati. Di hati (Mirna) tidak ada sianida dan tiosianat," kata Djaja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan hasil berita acara pemeriksaan yang ditunjukkan dalam persidangan, bagian hati, empedu dan urine Mirna tidak ditemukan kandungan racun sianida.

Menanggapi keterangan Djaja, jaksa penuntut umum Shandy Handika menanyakan, kemungkinan asal 0,2 mg sianida di lambung Mirna dari es kopi vietnam yang diminumnya sesaat sebelum tewas.

Djaja menyatakan, hal itu tidak mungkin terjadi.

"Hasil dari barang bukti 4 (cairan lambung Mirna) itu tidak ada (sianida). Itu yang paling tepat karena itu yang diambil tanpa intervensi apapun," ucapnya.

Menurut Djaja ada empat tanda seseorang tewas karena keracunan sianida yakni kulit memerah, bau kacang almond saat perut ditekan, lambung bengkak dan berwarna lebih merah, dan ada kandungan racun sianida di dalam hati, darah dan urine.

Sementara itu anggota majelis hakim Binsar Gultom bertanya, apakah autopsi untuk menentukan racun sianida dapat dilakukan pada Mirna yang sudah lama dikubur. Djaja menjawab hal itu sulit dilakukan. Pasalnya, tanah juga memiliki kandunan sianida.

"Autopsi ulang ada patokannya, sekian lama dikubur pasti tidak efektif, karena bisa meningkat dan turun kadarnya," kata Djaja.

Meski demikian, Djaja mengaku, pernah melakukan autopsi terhadap jenazah korban Perang Dunia Kedua di Papua yang sudah meninggal 50 sampai 60 tahun lamanya dan masih ketahuan ada kandungan sianida.

"Banyak faktor yang bisa mendukung dan bisa mempersulit proses otopsinya dalam kondisi seperti itu, seperti apakah tanahnya basah atau kering, itu mempengaruhi proses pembusukannya," tuturnya.

Binsar pun menyatakan, akan mencatat keterangan Djaja agar dapat dilakukan autopsi ulang pada Mirna.

Saat kejadian, ayah Mirna Edy Darmawan sempat menunjuk kuasa hukum Jessica karena tidak terima dengan keterangan yang diberikan oleh saksi. Namun, majelis hakim tetap meneruskan sidang berjalan.

Usai keterangan yang diberikan oleh Djaja, Majelis Hakim memanggil saksi ahli berikutnya yakni Ahli Toksikologi Kimia dari Universitas Indonesia Budiawan.

Budiawan sempat mengucap sumpah sebelum memberjkan keterangan. Namun, kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan meminta untuk menunda jalannya sidang karena hanya ditentukan sampai jam 23.00 WIB.

"Setelah mempertimbangkan beberapa hal, ini harus selesai 23.00 WIB, kami mengusulkan sidang ditunda. Namun, sidang ditunda dengan permohonan diberi waktu lagi satu kali karena saksi kami masih banyak," ujarnya.

Ketua Majelis Hakim Kisworo menyepakati dan menunda sidang sampai Rabu pekan depan (14/9) dengan agenda mendengarkan keterangan dari Budiawan. (sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER