Jakarta, CNN Indonesia -- Saksi ahli patologi forensik Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia Djaja Surya Atmadja menilai, Wayan Mirna Salihin tidak meninggal akibat sianida. Sebab tidak ditemukan cairan sianida pada lambung, hati, urin, dan empedu Mirna.
Menurut Djaja, zat sianida yang masuk melalui mulut akan masuk ke lambung untuk pertama kali. Setelah itu, zat sianida akan masuk ke dalam darah. Lalu menyebar ke hati, empedu, dan urin.
"Kalau seseorang teracuni sianida, harus ada sianida di lambung yang cukup banyak, di hati (liver) harus ada sianida, di darah, dan urin," kata Djaja saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (7/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mirna meninggal diduga akibat cairan sianida yang terdapat pada Es Kopi Vietnam. Teman Mirna, Jessica Kumala Wongso menjadi terdakwa karena diduga memasukan sianida tersebut.
Djaja dihadirkan oleh kuasa hukum terdakwa Jessica sebagai saksi. Djaja merupakan pemberi formalin untuk jenazah Mirna di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Berdasarkan hasil berita acara pemeriksaan (BAP) dari penyidikan Polda Metro Jaya, dalam lambung Mirna hanya terdapat 0,002 gram (0,2 milligram) per liter sianida. Sedangkan, untuk cairan lambung, empedu, hati, dan urin Mirna negatif sianida. Sementara, darah dan otak tidak masuk dalam penyidikan kepolisian.
Menurut Djaja, seseorang akan meninggal saat menerima kadar sianida yang terlalu banyak. Namun, dalam kasus Mirna, jumlah sianida sebesar 0,2 mg per liter dalam tubuh Mirna terlalu sedikit untuk bisa disebut keracunan sianida.
"Normalnya sekitar 100 miligram," tuturnya.
Djaja mengatakan, zat sianida beredar di sekitar manusia dalam kehidupan sehari-hari. Ia mencontohkan, meskipun kadarnya sedikit, zat sianida terdapat di asap rokok, polusi, asap pembakaran sampah bahkan di dalam kopi.
Untuk menetralkan sianida yang masuk dalam tubuh, Djaja menjelaskan, ada mekanisme detoksifikasi atau penghancuran zat beracun yang dimiliki oleh hati.
"Tuhan beri namanya enzim rodanase yang menghasilkan zat tiosianat, yang ada di dalam liver. Sianida yang masuk ke dalam liver akan dihancurkan," ucapnya.
Tubuh tak bisa menghancurkan sianida dalam jumlah besar. Sehingga, kata Djaja, jika benar sianida yang ditemukan sebesar 7.900 mg per liter, maka tidak hanya Mirna yang akan meninggal. Namun, orang-orang yang berada dalam radius 500 meter juga akan kolaps.
Djaja mengatakan, rata-rata orang dapat mencium bau sianida dalam kadar 3 sampai 4 mg per liter.
"Kalau saya buat larutannya untuk penelitian bersama mahasiswa saya, 10 mg per liter pun sudah bisa bikin mabok, tapi tidak berbahaya karena saya sediakan penawarnya air teh," ujarnya.
Pernyataan Djaja sekaligus membantah kesaksian Ahli Toksikologi Forensik Mabes Polri, Kombes Nursamran Subandi beberapa waktu lalu. Menurut Nursamran, konsentrasi anion sianida di es kopi itu sebesar 7.900 miligram per liter.
Minta Mirna DiformalinSelain menjelaskan tentang sianida, Djaja juga menjelaskan tentang pentingnya melakukan autopsi pada seseorang yang meninggal dengan kategori tidak wajar. Kategori tidak wajar seperti korban kecelakaan, bunuh diri, dan pembunuhan.
Atas dasar itu, Djaja menyatakan heran dengan permintaan penyidik yang meminta dirinya memberikan formalin ke jenazah Mirna. Keheranan itu lantaran penyidik belum meminta dokter untuk melakukan autopsi.
"Saat disuruh formalin jenazah (Mirna), saya tanya, kenapa dia matinya. Saya dikasih tahu, katanya habis minum kopi terus mati. Saya pikir, ini kematian tidak wajar, habis minum kopi mati, apalagi orangnya masih muda," ucapnya.
(rel/wis)