DPR Belum Terima Permohonan Rehabilitasi Setya Novanto

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Kamis, 15 Sep 2016 19:20 WIB
Meski belum ada surat permohonan, pimpinan DPR menilai nama Setya Novanto layak direhabilitasi atas kasus 'Papa Minta Saham'.
DPR belum menerima surat permohonan rehabilitasi Setya Novanto dari Fraksi Golkar. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengaku belum mendapat surat permohonan permintaan rehabilitasi Ketua Umum Golkar Setya Novanto dari Fraksi Partai Golkar yang sempat tersangkut kasus 'Papa Minta Saham' pada akhir tahun lalu.

"Saya belum terima suratnya. Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi dan surat sudah diterima, seharusnya bisa dipertimbangkan apa yang diinginkan," ujar Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (15/9).

Fadli mengacu amar putusan MK yang mengabulkan permohonan gugatan dari Setya Novanto atas Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), terkait frasa pemufakatan jahat dan penggunaan alat bukti rekaman.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fadli menyatakan pimpinan DPR tidak bisa memproses permohonan rehabilitasi karena harus menunggu surat yang akan disampaikan Fraksi Partai Golkar.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyebut rehabilitasi terhadap Setya Novanto sudah selayaknya diberikan. Sebab menurutnya selama proses persidangan etika di Mahkamah Kehormatan Dewan, nama Setya Novanto sudah tercemar.

"Proses peradilan etika itu menjadi faktor perusak nama beliau (Setya Novanto) dan itu harus diperbaiki," kata Fahri.

Fahri pun menyarankan agar keputusan MK menjadi bahan evaluasi di MKD terkait penggunaan alat bukti ilegal di proses persidangan.

Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad menyatakan pihaknya belum mendapat surat tembusan terkait permohonan Fraksi Partai Golkar untuk merehabilitasi nama Ketua Umum Setya Novanto.

"MKD baru mendapat berita dari media tentang adanya surat Fraksi Partai Golkar karena sampai saat ini belum ada tembusan atau surat yang masuk mengenai permintaan rehabilitasi Setya Novanto," kata Dasco.

Dasco menjelaskan, MKD baru dapat memproses permohonan jika sudah ada surat yang masuk. Setelah itu, MKD baru bisa mengadakan rapat internal dan melakukan proses verifikasi.

Namun, Dasco menyarankan proses permohonan rehabilitasi nama baik dapat dilakukan jika disampaikan langsung Setya Novanto sebagai anggota dewan, dan bukan dari Fraksi Golkar.

Permohonan rehabilitasi, kata Dasco, juga harus disebutkan secara spesifik, yakni pencemaran nama baik akibat proses persidangan di MKD atas kasus 'Papa Minta Saham'.

"Pak Setya Novanto bisa mengajukan surat keberatan peninjauan kepada MKD. Kalau surat masuk, kami akan proses sesuai dengan tata beracara," ujar Dasco.

Selain itu, Dasco pun mengingatkan bahwa dalam kasus 'Papa Minta Saham' MKD tak memberi putusan pelanggaran etik lantaran ketika itu Setya Novanto mengundurkan diri sebagai Ketua DPR.

"Kecuali saat itu mundurnya Pak Novanto karena putusan MKD yang belakangan ternyata dinilai salah," tutur Dasco.

Hari ini, beredar surat Fraksi Partai Golkar yang meminta pimpinan DPR merehabilitasi Setya Novanto, atas kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjeratnya satu tahun silam atau lebih dikenal publik sebagai kasus 'Papa Minta Saham'.

Ketua DPP Golkar Nurul Arifin membenarkan surat itu berasal dari Fraksi Golkar di DPR. "Surat tersebut murni inisiatif dari desakan teman-teman di Fraksi Golkar yang merasa bahwa harus ada rehabilitasi setelah keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi," kata Nurul saat dihubungi.

Pekan lalu, MK mengabulkan permohonan uji materi Setya Novanto atas Pasal 88 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), setelah namanya terseret kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.

Pada amar putusannya, MK menyatakan bahwa Pasal 15 UU Tipikor  yang memuat frasa pemufakatan jahat tersebut, bertentangan dengan Pasal 1 ayat 3, Pasal 28 D ayat 1, dan Pasal 28 I ayat 4 Undang-undang Dasar 1945.

Frasa 'pemufakatan jahat' dalam Pasal 15 UU Tipikor juga dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Nurul berkata, permintaan rehabilitasi Fraksi Golkar kepada pimpinan dewan tidak diketahui Setya Novanto. Setya, kata dia, menyerahkan kepada fraksi atas surat tersebut. "Pak Novanto sendiri tidak tahu menahu. Saya sudah cross check," ujar Nurul. (gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER