Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu membantah kabar adanya pembayaran tebusan untuk membebaskan tiga Warga Negara Indonesia yang diculik oleh kelompok Abu Sayyaf Group (ASG) di Filipina.
“Itu bohong, dari pemerintah, dari perusahaan di Indonesia, tidak ada pemberian uang sepeser pun,” kata Menhan di Jakarta, Minggu (18/8) jelang tengah malam.
Menhan Ryamizard baru saja kembali dari Manila untuk membicarakan kesepakatan
joint statement antara Presiden Jokowi dan Presiden Duterte, serta mematangkan mekanisme rencana operasi darat gabungan Indonesia-Filipina. Di sana, Menhan juga mengikuti proses pembebasan ketiga WNI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menhan mengatakan, pembebasan ketiga WNI asal Nusa Tenggara Timur itu adalah murni tekanan dari tentara Filipina dan lobi dari Moro National Liberation Front (MNLF).
Menurutnya, masih ada enam orang WNI lain yang masih ditahan ASG. Tanpa menyebut nama, Menhan mengatakan satu WNI sudah dalam proses pembebasan. Sedangkan lima orang lainnya sedang diusahakan oleh pemerintah.
Sebelumnya, kabar soal adanya duit tebusan itu diungkapkan oleh seorang profesor di Sulu, bernama Octavio Dinampo. Seperti dikutip oleh newsinfo.inquirer.net, Dinampo mengaku mendengar tebusan yang dibayar mencapai 30 juta peso untuk ketiga WNI.
Kabar ini juga dibantah oleh pemerintah Filipina. Dikutip dari Reuters, Menteri Komunikasi Filipina Martin Andanar berkata: “Saya ingin menegaskan bahwa pemerintah berkukuh menerapkan kebijakan tak membayar tebusan.”
Menurut Andanar, jika ada pihak ketiga atau pihak keluarga korban penculikan yang membayar, “Itu bukan urusan kami.”
Ketiga WNI itu adalah nelayan asal NTT yang diculik saat mencari ikan di dekat perairan Lahad Datu, Sabah, Malaysia, pada 9 Juli lalu.
Ketiga sandera itu adalah: Lorens Lagadoni Koten, Theodorus Kopong Koten, dan Emanuel Arakian Maran.
(ded/ded)