Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menilai permasalahan radikalisme dan terorisme bukan menjadi tanggung jawab pemerintah atau aparat penegak hukum semata. Sebab dampaknya turut dirasakan oleh seluruh warga di Indonesia.
"Jadi ini tugas semua karena yang rugi ya bangsa Indonesia," kata Wiranto usai pertemuan tertutup dengan GP Ansor, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (27/9).
Dalam pertemuan tertutup itu, GP Ansor menyampaikan sejumlah permasalahan tentang ancaman radikalisme dan terorisme di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Wiranto, tindakan radikalisme dan terorisme muncul karena kemiskinan dan sikap sewenang-wenang yang membuat sebagian orang merasa terpinggirkan. Dari hal itu, muncul keinginan untuk melakukan perlawanan melalui tindakan yang radikal maupun aksi terorisme.
"Maka sebelum itu terjadi kita semua harus sama-sama mendukung bekerja sama melawan itu," tuturnya.
Mantan Panglima ABRI di era Orde Baru itu pun meminta agar revisi Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dipercepat. Menurutnya, peraturan dalam UU tersebut bisa menjadi senjata untuk melawan para pelaku radikalisme dan terorisme.
"Revisi UU ini bisa menjadi senjata bagi aparat keamanan dan kita semua untuk melawan terorisme. Mereka (pelaku) kan tidak punya peraturan, yang ada hanya doktrin yang sangat kuat," terangnya.
Sekretaris Jenderal GP Ansor Adung Abdul Rochman menuturkan, aturan soal aparat yang bertindak sebelum terjadi tindakan radikalisme dan terorisme merupakan salah satu fokus yang mesti direvisi dalam UU tersebut.
"Memang ada kesulitan dalam mengambil tindakan yang cepat karena belum ada revisi UU Pemberantasan Terorisme yang memungkinkan aparat bergerak sebelum kejadian. Itu tantangannya," kata Adung.
GP Ansor sendiri, lanjutnya, selama ini telah berupaya menangkal radikalisme dan terorisme dengan memperkuat pertahanan di kalangan generasi muda.
Adung menilai, generasi muda adalah kelompok yang mesti diantisipasi paling awal agar tidak mudah terbujuk dengan berbagai aktivitas yang bersifat radikal. Seperti pelatihan pendidikan hingga kegiatan keagamaan.
"Kalau ada kelompok radikal Islam pasti rekrutmennya tidak jauh-jauh dari masjid. Untuk itu kami juga memperkuat masjid supaya tidak jadi sarang rekrutmen," katanya.
Adung mengaku telah menyiapkan ribuan kader GP Ansor untuk mengamankan masjid-masjid di Indonesia dari ancaman radikalisme dan terorisme.
Upaya ini, kata dia, telah menjadi komitmen GP Ansor dalam mewujudkan Islam yang damai, toleran, dan moderat untuk memberi rasa nyaman pada seluruh warga Indonesia.
"Pastinya komitmen kami sama dengan kementerian, untuk menjaga eksistensi NKRI dan pancasila," tuturnya.
(rel/asa)