LAPORAN KHUSUS

Saling Tuding soal Ikan di Tanah Papua

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Kamis, 06 Okt 2016 10:00 WIB
Bupati Merauke ingin perusahaan ikan yang bermasalah, dapat kembali beroperasi karena mereka turut menyejahterakan nelayan. KKP justru menyatakan sebaliknya.
Satu dermaga di Desa Wogekel, Merauke, Papua. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Merauke, CNN Indonesia -- Kegeraman Bupati Merauke Frederikus Gebze soal kesejahteraan nelayan mencuat pada awal September lalu. Dia menyatakan perusahaan macam PT Dwikarya Reksa Abadi  justru memberikan dampak positif bagi warga di Distrik Ilwayab. Pernyataan itu muncul ketika berkunjung ke Desa Wanam, salah satu desa di distrik tersebut,

Dia mengkritik kebijakan Menteri Susi Pudjiastuti yang menghentikan operasi kapal eks asing di Merauke sejak 2014 lalu. Frederikus mengatakan perusahaan bahkan turut berkontribusi meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Merauke, yang mencapai Rp50 miliar—Rp100 miliar per tahun. 

“Ini sangat jelas mengurangi beban pemerintah dalam melayani masyarakat," kata dia. "Adanya kebijakan moratorium itu justru berdampak terbalik pada masyarakat."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Antusias warga, dinilainya masih tinggi. Mereka menaruh harapan besar agar perusahaan dapat beraktivitas seperti dulu. Perusahaan pun dianggap menyediakan pelbagai fasilitas. Mulai pendidikan, kesehatan, sosial, keagamaan, hingga pasar.

Dia menyatakan nelayan tidak bisa lagi mengumpulkan hasil tangkapan—sehingga pendapatan mereka turun— karena perusahaan tak lagi beroperasi. Sebagian besar karyawan pun dirumahkan.

PT Dwikarya sendiri dicabut izinnya karena menggunakan kapal eks asing sejak Juni 2015 dan diduga pula mencuri ikan. Merauke merupakan kawasan strategis dengan sumber daya laut yang sangat melimpah. Pemasukan ke pemerintah pusat mencapai Rp26 miliar hingga Rp30 miliar per tahun.

Distrik Ilwayab memiliki sekitar 2.963 nelayan, salah satu jumlah terbesar dari 20 distrik di Merauke. Kabupaten itu sendiri memiliki produksi ikan mencapai sedikitnya 7,2 juta kilogram.

Frederikus pun berharap Menteri Susi memahami kondisi perikanan di tanah Papua. “Jadi saya minta dia tidak boleh datang ke Merauke sebelum masyarakat di sini sejahtera,” katanya.

Kebijakan moratorium kapal eks asing oleh Menteri KKP Susi Pudjastuti memengaruhi kehidupan nelayan di Merauke. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Kondisi ini berkebalikan dengan pernyataan KKP yang mengklaim hasil tangkapan nelayan meningkat pascamoratorium. Dari data Dinas KKP Kabupaten Merauke, hasil produksi ikan segar campuran mencapai 7,2 juta kilogram pada 2015. Angka ini belum termasuk hasil produksi udang segar, cumi-cumi, dan kepiting segar.

Jumlah tersebut meningkat dibandingkan dengan jumlah produksi ikan segar campuran pada tahun 2014 yakni sebesar 6,5 juta kilogram.
Kepala Dinas KKP Kabupaten Merauke Martha Bayu Wijaya mengklaim hasil tangkapan nelayan di Merauke semakin meningkat sejak adanya sejumlah kebijakan strategis yang dibuat KKP.

Di antaranya adalah penerbitan Peraturan Menteri KKP terkait moratorium perizinan usaha perikanan tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), larangan transshipment, penggunaan nakhoda dan ABK asing, serta pelarangan penggunaan kapal trawl atau pukat harimau untuk ikan.

Diketahui, kebijakan yang diterbitkan Menteri KKP Susi Pudjiastuti dinilai sebagai upaya untuk mendukung kedaulatan Indonesia terhadap wilayah maritim. Presiden Joko Widodo sendiri berkomitmen untuk membangun Indonesia sebagai poros maritim dunia. 

Pemerintah menyatakan poros maritim akan diwujudkan untuk menjamin konektivitas antar pulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan, perbaikan transportasi laut, sekaligus keamanan sektor maritim. 

Martha menilai sumber daya laut makin melimpah setelah keberadaan kapal trawl yang dulu mengganggu kapal nelayan kecil, dilarang. Dia juga telah meninjau langsung kondisi tersebut di sejumlah kampung nelayan yang ada di Merauke. Namun, dia juga mengakui kesulitan nelayan Desa Wanam.

“Keluhannya di penyimpanan, sudah tidak ada lagi kapal penampung. Nelayan juga tidak punya cold storage, takutnya ikan jadi cepat busuk,” kata Martha.

Bantuan Tak Maksimal

Sementara itu, keberadaan Perum Perikanan Indonesia (Perindo) yang menyediakan dua kapal angkut di perairan Merauke dan Wanam rupanya tak banyak membantu.

Perusahaan pelat merah itu memang ditunjuk langsung oleh Menteri KKP Susi Pudjiastuti untuk menyerap ikan hasil tangkapan nelayan.
Martha mengatakan salah satu dari kapal angkut milik Perindo ternyata digunakan untuk kepentingan penangkapan mereka sendiri. Daya tampungnya pun kecil hanya 70 GT.

“Dengan kapasitas 70 gross ton, satu minggu saja kapalnya sudah penuh. Terus tangkapan hari berikutnya mau dikemanakan? Hasil tangkapan kan ada terus,” ujar Martha.

Selain itu, Perindo ternyata cukup selektif dalam mengambil hasil tangkapan ikan para nelayan. Menurut Martha, kapal Perindo hanya bersedia mengambil jenis ikan yang bernilai ekonomis.

Alasannya, untuk menutupi biaya operasional.

“Awalnya Perindo masuk akan mengambil seluruh hasil tangkapan. Tapi seiring berjalannya waktu ternyata hasil yang diambil hanya yang punya nilai ekonomis, seperti bawal, tengiri, kakap, layur,” katanya.

Nelayan Merauke kesulitan menjual ikan karena tak ada perusahaan yang menyerap hasil tangkapan mereka. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Sejak 2015, KKP telah menjanjikan sepuluh armada dari kapal Perindo yang masuk ke perairan Merauke. Namun nyatanya hingga saat ini hanya dua armada pengangkut.

Padahal sekali mengangkut ikan, kapal Perindo membutuhkan waktu dua sampai tiga bulan. Martha menuturkan, sebelum kembali ke pelabuhan, kapal masih harus menunggu lagi waktu pemindahan hasil tangkapan nelayan ke kapal berpendingin antarpulau.

“Ini yang lama. Nanti Perindo harus urus SIPI lagi ke pusat. Sampai dua bulan baru bisa jalan lagi,” katanya.

Selama ini, lanjut Martha, nelayan cukup terbantu dengan adanya kapal penampung berkapasitas 100 GT dari perusahaan di Kabupaten Kaimana, Papua Barat. Ada pula pengusaha lokal yang mengirim hasil tangkapan nelayan antarpulau.

Tercatat ada sekitar tujuh pengusaha lokal yang memiliki izin daerah pengiriman hingga ke Merauke. Sejak moratorium kapal eks asing, kegiatan ekspor dari Merauke pun terhenti. Pengiriman ikan saat ini hanya dilakukan antarpulau. Martha menyebutkan, sebelum moratorium Merauke bisa mengekspor hingga 2.000 ton ikan ke China tiap bulan.

Selalu ada dua hingga tiga kapal induk yang datang untuk mengambil dan mengirimkan hasil tangkapan nelayan.

“Sekarang jangankan ribuan ton. Ratusan ton tidak sampai per bulan, paling puluhan ton saja,” tuturnya.

Dari data Dinas KKP Kabupaten Merauke, hasil ekspor ikan beku campuran ke China mencapai 48,3 juta ton pada 2014. Sementara pada 2015, sebagian besar hasil produksinya dialihkan ke antarpulau sebesar 47,9 juta ton ikan.

Ilustrasi kapal eks asing yang berhenti beroperasi. (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari)
Soal dampak terhadap kesejahteraan nelayan, nampaknya tak berpengaruh pada status PT Dwikarya. Pemerintah tetap menahan operasi perusahaan itu.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP M Zulficar Mochtar menegaskan pihak kepolisian pada bulan lalu, telah menetapkan MT, direktur PT Dwikarya, dan ED dari lembaga perizinan di provinsi Papua, masing-masing sebagai tersangka.

Hal itu terkait dengan dugaan pemalsuan SIUP daerah untuk 72 kapal perikanan perusahaan tersebut.

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mencatat sedikitnya ada empat grup besar perusahaan yang diduga melakukan praktik pencurian ikan. Mereka adalah PT Maritim Timur Jaya; PT Dwikarya Reksa Abadi; PT Pusaka Benjina Resources; dan PT Mabiru Industry.

Pada Juni 2015, 15 perusahaan yang dicabut izinnya oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dinilai berafiliasi dengan empat grup perusahaan itu.

“Prosesnya sudah jelas, status hukumnya juga sudah jelas,”ucap Zulficar. “Perusahaan tidak boleh lagi beroperasi.”

Nampaknya, nelayan Distrik Ilwayab akan terus berhadapan dengan kecilnya hasil penjualan mereka. Soal ini, kegeraman Bupati Frederikus Gebze, bisa jadi, tak akan terhenti.

[Gambas:Video CNN] (asa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER