Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menerbitkan surat yang menyimpulkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) PT Semen Indonesia (Persero) Tbk terkait penambangan di Gunung Kendeng, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, tidak lengkap.
Surat Komnas HAM tersebut bernomor 0.679/K/PMT/II/2015 tertanggal 4 Februari 2015 yang dikutip dari Ringkasan Eksekutif Pelestarian Ekosistem Karst dan Perlindungan HAM yang diterbitkan tertanggal 5 Agustus 2016 setebal 23 halaman.
Alasannya tidak lengkap lantaran Amdal Semen Indonesia disebut tidak memasukkan tentang ponor serta fungsi kawasan karst dan Cekungan Air Tanah (CAT) sebagai kawasan lindung sumber daya air yang telah dimanfaatkan untuk masyarakat. Sumber air itu untuk memenuhi kebutuhan air minum, sanitasi, dan irigasi warga sekitar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ponor adalah lubang masuknya aliran air ke dalam tanah pada daerah kapur yang relatif dalam. Sementara CAT merupakan pengelolaan air tanah secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup.
 Foto: CNN Indonesia/Asfahan Yahsyi |
General Manager of Corporate Secretary Semen Indonesia Agung Wiharto mengatakan, ponor dan CAT sudah dimasukkan dalam Amdal, sesuai dengan catatan yang diberikan Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) saat itu, Surono.
“Sudah ada semua dalam Amdal. Berdasarkan catatan yang diberikan Mbah Rono (sapaan Surono). Kami tidak ada keinginan untuk merusak lingkungan, kami sudah mengikuti semua ketentuan,” ujar Agung kepada CNNIndonesia.com, Kamis (13/10).
Lokasi tambang Semen Indonesia di Rembang terletak di kawasan CAT Watuputih, Pegunungan Kendeng Utara. Kawasan ini ditetapkan sebagai CAT berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 26/2011.
CAT seluas 31 kilometer persegi ini memiliki potensi suplai air yang sangat besar bagi 14 kecamatan di Rembang. Berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang (UU) Nomor 7/2004 tentang Sumber Daya Air, CAT merupakan kawasan konservasi yang perlu dilindungi dan dikelola.
Mengutip rekomendasi Surono, kegiatan penambangan tidak boleh dilakukan di CAT Watuputih karena fungsinya sebagai daerah imbuhan air tanah.
Pasal 63 Peraturan Daerah Provinsi Nomor 6/2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jateng 2009-2029 menyatakan, kawasan CAT Watuputih dikategorikan sebagai kawasan imbuhan air yang termasuk kawasan lindung geologi.
“Tetapi ada peta RTRW Kabupaten Rembang yang menyatakan, sebagian wilayah di kawasan CAT Watuputih merupakan kawasan pertambangan mineral dan batubara,” mengutip laporan investigasi Komune Rekapare.
Sementara itu, Semen Indonesia juga menjelaskan bahwa ada surat yang dikirimkan Mbah Rono kepada Gubernur Jawa Tengah tertanggal 12 September 2014. Surat bernomor 4474/05/BGL/2014 tersebut menyebutkan tujuh catatan yang harus diperhatikan untuk melakukan kegiatan penambangan di Watuputih.
Catatan tersebut melakukan kajian teknis imbuhan air tanah secara rinci; untuk menjaga keseimbangan air tanah maka perlu mempertahankan daya dukung dan fungsi daerah imbuhan; melakukan upaya pemulihan kondisi dan lingkungan air tanah pada daerah yang telah dieksploitasi melalui tahapan reklamasi.
Selanjutnya membangun sumur monitoring untuk memantau perkembangan fluktuasi muka air tanah dan membangun alat monitoring debit air; menjaga daya dukung akuifer terhaadap kegiatan penambangan; dan dilarang melakukan penambangan dalam radius 200 meter dari lokasi pemunculan mata air.
“Kami melakukan semua berdasarkan catatan itu,” tutur Agung.
(asa)