'Perluasan Makna Zina Rugikan Penganut Aliran Kepercayaan'

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Senin, 17 Okt 2016 21:41 WIB
Perkawinan penganut aliran kepercayaan tidak dicatat pemerintah. Mereka tercancam kriminalisasi jika MK perluas makna perzinahan.
Perkawinan penganut aliran kepercayaan tidak dicatat pemerintah. Mereka tercancam kriminalisasi jika MK perluas makna perzinahan. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perluasan makna perzinahan yang diatur pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disebut akan berdampak negatif bagi penganut aliran kepercayaan. Pengakuan terhadap hanya enam agama besar membuat pernikahan mereka tidak dicatat pemerintah.

Pernyataan tersebut dikemukakan penganut Sunda Wiwitan Dewi Kanti Setianingsih, Senin (17/10), pada sidang lanjutan uji materi aturan perzinahan, pencabulan, dan pemerkosaan yang diajukan dosen Institut Pertanian Bogor, Euis Sunarti.

"Pernikahan adat yang tidak dicatat negara sangat rentan kriminalisasi. Perzinahan tidak ada dalam adat kami," kata Dewi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Dewi, jika MK memperluas makna perzinahan sebagai perbuatan antara dua subjek hukum yang tidak memiliki ikatan perkawinan, penganut aliran kepercayaan di seluruh Indonesia akan menerima eksesnya.

Tahun 2013, khusus di Jawa Tengah, setidaknya terdapat 396 aliran kepercayaan. Data itu dikeluarkan Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat Kejaksaan.

Dalam salah satu permohonannya, Euis meminta agar MK memperluas makna perzinaan. KUHP saat ini mengartikan perzinahan sebagai hubungan seksual antara subjek hukum yang telah menikah dengan subjek hukum lain.

Euis mengaku khawatir atas fenomena hubungan badan pasangan remaja di luar pernikahan. Pemohon menganggap perbuatan itu akan mengancam ketahanan keluarga.

Pada sidang serupa, Dewan Pertimbangan Federasi Serikat Guru Indonesia Henny Supolo bersaksi sebagai pihak terkait.

Henny menuturkan, perluasan makna perzinahan akan menisbikan tanggung jawab orangtua. Lebih dari itu, pemidanaan menurutnya justru berdampak negatif bagi anak di bawah umur.

"Porsi yang paling besar di sini tetap orang tua, bukan negara. Atau kalau perlu, hukum saja orang tuanya," ucap Henny.

Sebelumnya ahli kriminologi Universitas Indonesia Muhammad Mustofa mengungkapkan, dalam sudut pandang kriminologi perzinaan memang dikategorikan sebagai perilaku menyimpang. Namun tidak lantas perbuatan itu dapat disebut sebagai sebuah kejahatan.

Lebih dari itu, kata dia, setiap suku bangsa dan agama yang ada di Indonesia juga memiliki perbedaan persepsi atas perzinahan.

"Pemberian hukuman bukan cara yang efektif. Sosialisasi nilai dan norma justru lebih efektif ketimbang menindak setelah peristiwanya terjadi," kata Mustofa. (abm/obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER