Jakarta, CNN Indonesia -- Konflik internal Partai Persatuan Pembangunan seolah tak kunjung usai. Selain mengalami konflik kepengurusan, partai berlambang Ka'bah itu juga terbelah dalam mendukung pasangan calon di Pilkada DKI Jakarta 2017.
PPP hasil Muktamar Pondok Gede yang dipimpin Muhammad Romahurmuziy alias Romi menghasilkan dukungan kepada Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.
Di sisi lain, PPP hasil Muktamar Jakarta Djan Faridz justru memberi dukungan kepada bakal pasangan calon petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dukungan kepada Ahok-Djarot baru dinyatakan oleh kubu Djan setelah proses persyaratan pendaftaran bakal pasangan calon di KPU DKI Jakarta selesai.
Pertentangan antarkubu partai ka'bah pun kembali mencuat.
Kubu Djan seolah ingin menunjukkan bahwa mereka masih belum menyerah setelah Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengesahkan kepengurusan PPP hasil Muktamar Islah yang secara aklamasi memilih Romi sebagai Ketua Umum, pada April lalu.
Ia dan para pengikutnya berpegang pada amar putusan MA No.602/2015 yang mengesahkan kepengurusan PPP Muktamar Jakarta yang dipimpinnya. Mantan Menteri Perumahan Rakyat itu menganggap pemerintah mengabaikan putusan MA yang berkekuatan hukum tetap.
Berbagai upaya hukum pun dilakukan untuk menganulir hasil Muktamar Islah. Salah satunya melalui gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo terkait konflik di PPP, yang dimentahkan pihak pengadilan.
Secara politik, perlawanan itu diperlihatkan melalui dukungan politik kepada Ahok-Djarot. Dukungan tersebut dibarengi oleh upaya gugatan terhadap UU No. 2 tahun 2011 tentang Partai Politik dan UU No. 1 tahun 2015 tentang Pilkada di Mahkamah Konstitusi.
Kubu Djan juga menyerahkan novum atau bukti baru kepada Menteri Yasonna yang berjanji akan mengkaji dan mempelajari novum tersebut.
Sejauh ini, tak banyak upaya yang dilakukan kubu Romi untuk membendung berbagai manuver kubu Djan. Penyerahan novum dan deklarasi dukungan kepada Ahok-Djarot, hanya bisa ditanggapi lewat kecaman.
Tak Berlandaskan HukumSekretaris Jenderal PPP hasil Muktamar Pondok Gede Arsul Sani, misalnya, menyebut dukungan itu tidak memiliki landasan hukum.
Ia mengacu penolakan PN Jakarta Pusat atas gugatan Djan kepada Jokowi, serta SK Menkumham nomor M.HH-06.AH.11.012016 yang mengesahkan kepengurusan Muktamar Pondok Gede. Selain itu, Arsul juga bersandar pada belum keluarnya putusan MK mengenai gugatan terhadap UU Parpol.
"Kalau melihat itu, kami melihat tidak ada pintu hukumnya bagi Menkumham untuk kemudian tiba-tiba membatalkan SK yang telah ada dan kemudian menerbitkan SK baru," kata Arsul mengingatkan Menteri Yasonna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/10).
Arsul memang pantas khawatir terhadap manuver kubu Djan.
Secara politik, kekhawatiran itu juga mencerminkan posisi Romi yang mulai terancam. Setidaknya, saat ini tak ada lagi pihak yang sepenuhnya menguasai kemudi PPP.
Tetapi kekhawatiran sebenarnya juga dirasakan oleh kubu Djan Faridz dan para pengikutnya. Sebab, pada fase ini, kiprah mereka bersama PPP bisa saja berakhir jika semua upaya mereka dimentahkan oleh Kemkumham dan Mahkamah Konstitusi.
(wis/obs)