Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) memenangi sengketa informasi dokumen investigasi Tim Pencari Fakta kasus pembunuhan Munir Said Thalib. Dokumen tersebut dinyatakan terbuka untuk publik.
Namun, meski Komisi Informasi Pusat (KIP) memutuskan dokumen itu harus dibuka untuk publik, dokumen tersebut tak kunjung bisa dilihat, sebab Kementerian Sekretariat Negara yang seharusnya menyimpan dokumen itu mengaku tak menguasainya alias tak memegangnya.
Munir Said Thalib terbunuh pada 7 November 2004 pada usia 39 tahun. Ia mengembuskan napas terakhir di atas pesawat Garuda Indonesia GA-974 dalam penerbangan dari menuju Amsterdam, Belanda.
Berdasarkan fakta persidangan, Munir diracun saat transit di Bandara Changi Singapura. Pelakunya adalah Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda yang cuti dan turut dalam penerbangan Jakarta-Singapura.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pollycarpus divonis 14 tahun penjara dan kini sudah bebas. Pollycarpus disebut membunuh Munir karena ia menilai Munir terlalu kritis terhadap pemerintah.
Selain proses hukum pidana di kepolisian, pemerintah saat itu juga membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk mengetahui secara utuh kasus Munir.
TPF dibentuk pada 23 Desember 2004 dan dipimpin oleh Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Marsudi Hanafi. Tim beranggotakan sejumlah aktivis seperti Hendardi dan Usman Hamid.
Hasil investigasi tim itu kemudian diserahkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 24 Juni 2005. Namun hingga kini, temuan itu tak kunjung terungkap ke publik.
KontraS kemudian mengajukan gugatan sengketa informasi ke KIP. Tergugatnya adalah Kementerian Sekretariat Negara yang dinilai menyimpan dokumen itu. Pada 10 Oktober 2016, KIP memutuskan dokumen tersebut bukan dokumen rahasia.
Dalam dokumen TPF itu diyakini ada banyak bukti baru yang bisa digunakan untuk membuka kembali kasus pembunuhan Munir, sehingga cuma berhenti pada Pollycarpus sebagai pelakunya, tanpa pernah diketahui siapa dalang yang sesungguhnya.
Karena Sekretariat Negara mengaku tak menguasai dokumen TPF, Presiden Joko Widodo kemudian meminta Jaksa Agung M Prasetyo mencari dokumen tersebut.
Tak kunjung jelasnya keberadaan dokumen itu membuat istri Munir, Suciwati, mengultimatum Jokowi agar segera membuka dokumen itu. Upaya hukum juga mungkin ditempuh. Terlebih undang-undang mengatur bahwa hasil keputusan KIP yang tidak dilaksanakan, bisa membuat pihak terkait dipidana.
(sur/agk)