Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman mengakui kedekatannya dengan bekas petinggi Lippo Group Eddy Sindoro. Dia telah mengenal Eddy sejak sama-sama duduk di bangku SMA sekitar tahun 1975.
Hal ini diakui Nurhadi saat menjadi saksi dalam sidang kasus suap dengan terdakwa Edy Nasution di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (26/10).
"Saya kenal Eddy semasa SMA. Dia di Semarang, saya di Kudus. Hanya selisih setahun saya kelas satu, Eddy kelas dua," ujar Nurhadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak lulus SMA, Nurhadi tak lagi bertemu Eddy. Dia baru bertemu pada tahun 2008 di sebuah mal. Saat itu Nurhadi mengaku belum tahu kalau Eddy adalah pimpinan di sebuah perusahaan.
Sesuai Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Nurhadi kembali bertemu Eddy selama dua tahun terakhir. Pertemuan pertama di Mochtar Riady Comprehensive Cancer Centre (MRCCC), Semanggi, Jakarta, pada 2015. Nurhadi mengaku tak ingat apa yang dibahas dalam pertemuan tersebut.
Pertemuan selanjutnya terjadi pada 2016 di tempat yang sama. Rencananya Nurhadi akan bertemu Eddy dengan didampingi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun hingga malam Ketua PN Jakarta Selatan tak hadir.
Nurhadi menyatakan hanya membahas soal kesehatan dalam pertemuan tersebut.
Lippo Minta BantuDalam kedekatannya dengan Eddy, Nurhadi juga pernah diminta mengurus salah satu perkara Lippo Group soal pengajuan peninjauan kembali (PK). Meski demikian dia mengaku tak ingat perkara apa yang diminta Eddy.
"Dia pernah mengeluh 'masalah saya di PT Kymco tidak selesai-selesai'. Tapi saya tidak menanggapi," katanya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) lantas menanyakan pada Nurhadi soal percakapan dengan panitera Edy melalui telepon. Dalam percakapan tersebut terungkap bahwa Nurhadi pernah meminta panitera Edy mempercepat pengiriman berkas milik Eddy dari PN Jakarta Pusat ke MA.
Namun dia membantah permintaan itu untuk memudahkan perkara Eddy di pengadilan. Menurutnya, permintaan ini semata-mata dilakukan untuk mempercepat pelayanan pada publik.
"Saya enggak menyebut secara spesifik perkara yang mana. Jadi ya enggak masalah saya minta begitu. Kecuali saya memerintahkan perkara nomor sekian tolong ditahan, itu berarti ada hak orang yang diambil," terangnya.
Pada sidang kali ini, Nurhadi juga membantah telah meminta uang sebesar Rp3 miliar dari Lippo Group. Dalam dakwaan JPU disebutkan uang itu diduga untuk kepentingan acara olahraga tenis yang diselenggarakan bagi internal MA di Bali.
"Saya tidak main tenis, tidak ikut kepengurusan tenis, dan tidak pernah minta apapun untuk tenis itu," ucapnya.
Nurhadi merasa namanya telah dicatut untuk menguntungkan sejumlah pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sebelumnya, nama Nurhadi mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan operasi tangkap tangan pada panitera Edy. Nurhadi diduga menjadi pengatur sejumlah perkara yang melibatkan Lippo Group.
Sementara panitera Edy didakwa menerima uang Rp150 juta dari salah satu petinggi anak Lippo Group untuk menunda proses pelaksanaan putusan pengadilan terkait perkara perdata yang melibatkan dua anak usaha Grup Lippo di PN Jakarta Pusat. Dua perusahaan yakni PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dengan PT Kwang Yang Motor Co, Ltd (Kymco), serta PT First Media dengan PT Across Asia Limited (AAL).
(rel)