Jakarta, CNN Indonesia -- Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007-2011 Haryono Umar menyatakan, KPK dapat membuka penyelidikan baru terhadap dua korporasi yang diduga terlibat dalam kejahatan korupsi. Hal ini dapat dilakukan karena kedua korporasi tersebut mendapat keuntungan dari tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pegawainya.
Kedua korporasi tersebut yaitu PT Agung Podomoro Land Tbk dan Lippo Group.
Lippo Group sebelumnya diduga menyuap mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman untuk menunda proses aanmaning atau peringatan eksekusi terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dan menerima pendaftaran peninjauan kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suap diduga dari Presiden Komisaris Lippo Grou Eddy Sindoro kepada Nurhadi diserahkan melalui perantara suap yaitu pegawai PT Artha Pratama Anugerah, yang merupakan bagian dari Lippo Grup, Doddy Aryanto Supeno, dan Panitera Pengganti PN Jakarta Pusat Edy Nasution.
Kasus PT APL terkait proyek reklamasi teluk di Jakarta ketika perusahaan itu menjadi pengembang proyek. PT APL melalui Presiden Direktur Ariesman Widjaja menyuap Ketua Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi agar PT APL dapat mengintervensi kebijakan rancangan perda rekalamsi teluk di Jakarta.
"Lippo Group dan PT APL sebenarnya bisa dipidana. Karena akibat tindakan pegawainya, perusahaan diuntungkan," ujar Haryono saat berdiskusi dengan CNNIndoneisa.com, Jakarta, Rabu (19/20).
Haryono menjelaskan, Lippo dan PT APL memamg tidak secara langsung menerima keuntungan dari korupsi berupa suap yang dilakukan oleh pegawainya terhadap penyelenggara. Namun dari tindakan suap itu, Lippo dan PT APL memperoleh izin yang diduga berujung pada keuntungan perusahaan.
Haryono menuturkan, pemidanaan terhadap korporasi sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korusi. Dalam UU itu menyatakan, kata 'setiap orang' adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.
Ia juga berkata, untuk mengetahui keuntungan perusahaan di balik korupsi yang dilakukan pegawainya bisa dilihat dari laporan keuangan tahunan.
"Keuntungan hasil korupsi korporasi bisa dilihat dari laporan keuangannya. Itulah keuntungan akibat korupsi korporasi," ujar Haryono.
Lebih lanjut, Haryono mengatakan, perusahaan selalu lepas tangan jika salah satu pegawainya terbukti melakukan korupsi. Karena jika pegawai tersebut terbukti melakukan korupsi untuk kepentingan perusahaan tempatnya bekerja, maka perusahaan tersebut akan menanggung risiko besar.
"Korporasi tidak menerima uang. Korporasi menerima power atau izin. Itu tidak langsung tapi besar keuntungannya," ujarnya.
Sementara itu, ia mengklaim, usaha pemidanaan korporasi oleh KPK telah ada sejak masa kepemimpinan Abraham Samad. Namun karena belum ada hukum yang jelas, pemidaan korporasi dalam kasus korupsi selalu terganjal.
Ia berkata, di luar negeri pemidaan korporasi dalam kasus korupsi telah dilakukan. Ia mencontohkan kasus yang terjadi di Kosta Rika, yaitu kasus yang mejerat mantan Presiden Kosta Rika Rafael Calderon.
Saat itu, pengadilan Kosta Rika bukan hanya menjatuhkan hukuman penjara terhadap Calderon, melainkan juga denda dan mengganti kerugian masyarakat atas korupsi yang dilakukan Calderon melalui perusahaannya.
"Jaksanya waktu itu benar-benar intens agar Calderon kena. Calderon bukan hanya mengganti kerugian negara, tapi kerugian masyarakat. Di Indonesia belum ada," ujarnya.
(panji)