Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis empat tahun penjara dan denda Rp150 juta subsidier tiga bulan kurungan pada mantan petinggi Grup Lippo, Doddy Aryanto Supeno. Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni lima tahun penjara.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar Ketua Majelis Hakim Sumpeno saat membacakan amar putusan, Rabu (14/9).
Hakim Sumpeno menyebutkan, hal yang memberatkan hukuman yakni terdakwa tidak mengakui perbuatannya. Sedangkan hal yang meringankan adalah terdakwa tidak pernah dihukum dan masih mempunyai tanggungan keluarga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pertimbangannya, hakim juga menganggap keterangan Doddy selama persidangan berbelit-belit. Doddy mengaku, uang sebesar Rp50 juta yang diberikan pada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution tak ada kaitannya dengan perkara.
Menanggapi putusan hakim, Doddy menyatakan pikir-pikir. Dia langsung melangkah keluar ruang sidang tanpa berkomentar apapun saat ditanya awak media.
Kuasa hukum Doddy, Jeremy William menilai terdapat sejumlah poin pertimbangan hakim yang tidak sesuai dengan fakta persidangan.
Salah satunya adalah soal pemberian uang Rp150 juta bagi Edy Nasution. Jeremy menegaskan bahwa uang yang diberikan sebesar Rp50 juta itu digunakan sebagai kado pernikahan anak Edy.
"Pertimbangan hakim yang tidak sesuai itu Edy dibilang menerima uang Rp100 juta, tapi fakta sidangnya kan enggak begitu," ucap Jeremy.
Keterangan tersebut, kata dia, diperoleh dari penjelasan petinggi Grup Lippo lainnya, termasuk Edy saat bersaksi di persidangan.
Kendati demikian, Jeremy menyatakan tetap menghormati putusan hakim. Pihaknya memiliki waktu hingga tujuh hari ke depan untuk mempelajari putusan hakim.
"Nanti dari situ kami baru tahu akan mengajukan banding atau tidak. Tapi keputusannya tetap dikembalikan ke klien kami," tuturnya.
Doddy didakwa memberikan uang Rp150 juta pada Edy Nasution untuk menunda proses pelaksanaan putusan pengadilan terkait perkara perdata yang melibatkan dua anak usaha Grup Lippo di PN Jakarta Pusat.
Dua perusahaan yakni PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dengan PT Kwang Yang Motor Co, Ltd (Kymco), serta PT First Media dengan PT Across Asia Limited (AAL).
(sur/obs)