Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar hukum pidana Universitas Parahyangan Agustinus Pohan menilai tak tepat rencana kepolisian menyiarkan secara langsung proses gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama atau Ahok.
Menurut Agustinus, gelar perkara terbuka itu bisa menjadi preseden buruk ke depannya. Pihak-pihak yang terjerat hukum bisa menuntut presiden untuk membuka proses gelar perkara.
"Ini bisa jadi preseden buruk. Pihak-pihak lain bisa menuntut perkaranya dibuka secara umum, kecuali perkara kesusilaan dan anak yang sudah diatur khusus," kata Agustinus dihubungi
CNNIndonesia.com, Senin (7/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gelar perkara menurut Agustinus merupakan proses pengambilan keputusan hukum secara objektif. Dalam gelar perkara, semua barang bukti, keterangan pihak terkait, dan bukti lainnya dibicarakan secara bersama. Keputusan menetapkan seseorang menjadi tersangka, hingga penerbitan surat penghentian penyidikan ada di proses gelar perkara. Untuk itu, proses gelar perkara dilakukan secara tertutup.
"Gelar perkara biasanya dilakukan tertutup karena semua barang bukti, rencana pengembangan kasus, penelusuran lebih lanjut dan status hukum seorang dibahas di sana. Proses ini rahasia," katanya.
Presiden Joko Widodo sebelumnya meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk membuka ke publik proses gelar perkara Ahok. Tujuannya untuk menunjukkan ke publik transparansi dan menghindari syak wasangka dalam proses hukum Ahok.
Dengan gelar perkara yang dilakukan secara terbuka, menurut Tito, diharapkan publik mengetahui secara terbuka apa yang dilakukan oleh penyidik dan isi dari keterangan para ahli, pelapor, dan terlapor sendiri.
Menurut Agustinus, jika gelar perkara ingin dilakukan terbuka maka cukup dihadir oleh para pelapor, pemuka agama, dan pihak terkait, sehingga tak perlu disiarkan secara langsung ke masyarakat.
"Keputusan itu berpotensi menimbulkan pro kontra yang semakin tajam di masyarakat karena opini masyarakat dibiarkan berkembang luas melalui tontonan ini. Apalagi proses masih di gelar perkara," katanya.
Agustinus menambahkan, proses gelar perkara tidak dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Gelar perkara merupakan prosedur internal yang diatur secara tersendiri di lembaga penegak hukum.
"Sehingga aturan gelar perkara itu berbeda-beda. Kepolisian punya aturan internal sendiri mengenai gelar perkara. Dibuka, ditutup, dihadiri siapa saja," katanya.
Keputusan Jokowi dan Tito membuka proses gelar perkara, menurut Agustinus, tidak melanggar karena tidak diatur dalam perundang-undangan.
"Kalau mau diubah jadi terbuka publik dan ditayangkan
live itu tidak masalah karena tidak ada aturan yang dilanggar, tapi menciptakan preseden ke depannya," katanya.
(rel/asa)