Jakarta, CNN Indonesia -- Terduga pelaku pelempar bom molotov di depan Gereja Oikumene, Samarinda, rupanya merupakan narapidana kambuhan yang punya catatan kejahatan teror. Juhanda alias Jo bin Muhammad Aceng Kurnia (32) dinyatakan sebagai residivis yang pernah terlibat dalam serangkaian aksi teror bom.
"Pelaku sudah ditangkap. Napi kasus teror bom Puspitek di Serpong dan terkait bom buku di Jakarta 2011," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian seperti dikutip detikcom, kemarin.
Teror bom buku adalah serangkaian peristiwa teror yang ditujukan kepada sejumlah tokoh dari berbagai latar belakang yang ada di Jakarta. Teror itu dilancarkan dengan cara mengirimkan paket buku berisi bahan peledak dengan kategori membahayakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi teror itu mulai dikenal luas dan menciptakan ketakutan terhadap publik saat pertama kali terungkap pada 15 Maret 2011.
Teror bom buku pertama kali ditujukan kepada tokoh Jaringan Islam Liberal, Ulil Abshar Abdalla. Sebuah paket berisi buku saat itu ditujukan kepada Ulil melalui alamat Institut Studi Arus Informasi di kawasan Utan Kayu, Jakarta Timur.
Paket bom itu gagal dijinakkan, Bom meledak dan melukai seorang perwira polisi, dua anggota polisi, dan seorang karyawan swasta.
Kasat Reskrim Polres Jakarta Timur saat itu, Komisaris Polisi Dodi Rahmawan berusaha menjinakkanpaket bom kiriman. Nahas, bom tersebut meledak dan menghancurkan telapak tangan kirinya.
Pada hari yang sama, musisi Dhani Ahmad Prasetyo atau lebih dikenal Ahmad Dhani, menerima kiriman paket serupa yang dialamatkan ke Kantor Republik Cinta Management di daerah Pondok Pinang, Jakarta Selatan.
Paket itu diterima pada tanggal yang sama, tetapi baru dilaporkan dua hari kemudian karena Dhani saat itu tidak ada di tempat. Bom buku itu kemudian diledakkan oleh tim Gegana sebagai langkah pengamanan.
Teror selanjutnya bergulir dan menyasar sejumlah tokoh, di antaranya perwira tinggi kepolisian Gregorius 'Gories' Mere dan pentolan Pemuda Pancasila Japto Soelistyo Soerjosoemarno. Tim Gegana berhasil menjinakkan teror lanjutan tersebut.
Pada rentang bulan yang sama, 2011, kelompok teror bom buku yang dipimpin oleh Pepi Fernando juga menyasar teror bom di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek) yang berlokasi di Serpong, Tangerang.
Dalam dakwaan persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, November 2011, gembong Pepi disebut memperkirakan adanya nuklir di areal Puspitek. Mereka beraksi untk menunjukkan kepada publik bahwa aksi mereka bisa berhasil menerobos pengamanan di Puspitek.
Bom tersebut kemudian meledak di depan Puspitek pada 18 Maret 2011. Bom diledakkan menggunakan remote penghubung dengan telepon selular. Tidak ada korban jiwa dalam ledakan tersebut.
Metode ponsel sebagai pemicu bom juga disebut telah digunakan oleh geng Pepi saat merencanakan pembunuhan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu. Namun rencana itu batal karena, setelah ditunggu selama empat hari berturut-turut, SBY tak kunjung melewati rute yang mereka prediksikan sebelumnya.
Kepala Biro Penerangan Umum Polri Brigjen Agus Rianto mengonfirmasi bahwa Jo pernah menjalani hukuman pidana terhitung sejak tanggal 4 Mei 2011 berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 25/Pidsus/2012/PNJKT.BAR tanggal 29 Februari 2012.
"Pelaku ditahan selama 3 tahun 6 bulan. Bebas bersyarat setelah mendapat remisi Idul Fitri tanggal 28 Juli 2014," ujar Agus.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan Jo merupakan bagian dari kelompok Pepi Fernando. Setelah bebas, dia diketahui bergabung dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Jo juga disebut punya kaitan dengan Kelompok Anshori yang saat ini disupervisi karena terindikasi akan membeli atau mendatangkan senjata api dari Filipina.
Jo berhasil ditangkap warga setelah kabur usai melancarkan aksinya di Samarinda, kemarin pagi. Dia dikejar warga dan berhasil kabur dengan menenggelamkan diri di Sungai Mahakam.
Pengejaran berlangsung sengit karena Jo melakukan perlawanan. Dia berhasil diringkus setelah tak berdaya menghadapi kepungan warga di tengah sungai terbesar di Kalimantan Timur itu.
Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin memberikan komentar soal keterlibatan Jo. Menurut Tubagus, Jo yang merupakan bagian dari jaringan lama terorisme bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar elemen gerakan radikal di Indonesia.
"Caranya memang konvensional. Bom molotov itu mudah sekali buatnya. Tapi, bila melihat rekam jejak pelaku yang tertangkap, ini yang mesti disikapi secara serius. Pelaku ini kan mantan napi bom Puspitek Serpong, kelompok Pepy Vernando," ujar Hasanuddin dalam keterangan pers, Senin (14/11).
Hasanuddin mengatakan, pelaku pelempar bom molotov itu juga dicurigai pernah bergabung dengan kelompok JAD Kaltim dan mempunyai jaringan dengan kelompok Anshori di Jawa Timur yang kabarnya akan membeli dan mendatangkan senjata api dari Filipina.
"Ketika ditahan pihak kepolisian, rekam jejak pelaku terungkap bahwa si pelaku pernah gabung di kelompok JAD," tutur Hasanuddin.
Untuk itu, Hasanuddin mengimbau agar semua data intelijen dari semua elemen harus dikompilasikan secara komprehensif, supaya bisa menghasilkan kesimpulan intelijen yang akurat.
"Data akurat itulah dapat digunakan untuk melakukan pemberantasan teroris di lapangan. Tanpa data akurat kita akan kecolongan," pungkas Tubagus Hasanuddin.
(gil/yul)