Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) memutar rekaman percakapan antara mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman dengan Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti dalam sidang kasus suap kuota gula impor di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (15/11).
Dalam percakapan yang dilakukan melalui telepon itu, terungkap pernyataan Irman yang meminta Djarot memberi jatah kuota gula impor ke Sumatera Barat pada Direktur CV Semesta Berjaya, Memi.
Irman, kata Djarot, juga sempat menyinggung soal harga gula di Sumatera Barat yang masih tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian dia bilang punya teman pengusaha yang baik, namanya Ibu Memi. Ya sudah saya minta nomor Ibu Memi untuk dikontak," ujar Djarot saat menjadi saksi bagi terdakwa Memi.
Dalam rekaman itu, Irman berulang kali mengatakan sangat merekomendasikan perusahaan Memi untuk membantu menstabilkan harga gula di Sumatera Barat.
Djarot pun selalu menjawab 'iya' atau 'siap' untuk menanggapi permintaan Irman. Ia beralasan menghormati jabatan Irman saat itu sebagai Ketua DPD hingga mengiyakan permintaan tersebut.
Djarot lantas menghubungi Memi untuk membicarakan permintaan Irman. Melalui sambungan telepon, Djarot meminta agar Memi berhubungan langsung dengan Kepala Perum Bulog Divisi Regional Sumatera Barat, Benhur Ngkaimi.
Tak lama setelah menelepon Memi, Djarot langsung menghubungi Benhur melalui telepon. Dalam rekaman itu, Djarot menyampaikan pesan dari Irman untuk merekomendasikan perusahaan Memi dalam pemberian jatah kuota gula impor.
Dari keterangan Benhur, Memi telah melakukan pemesanan gula impor sebanyak 3.000 ton.
"Setahu saya Bu Memi memang sudah mengajukan jadi mitra penyalur gula. Pak Benhur sudah tahu, Bu Memi ini memang pengusaha besar," kata Djarot.
Sebelumnya, JPU mendakwa Memi dan suaminya, Xaveriandy Sutanto memberikan suap sebesar Rp100 juta bagi Irman. Suap itu diduga sebagai imbalan atas pemberian jatah gula impor Perum Bulog yang akan disalurkan ke Sumatera Barat.
Atas perbuatannya kedua terdakwa diancam pidana Pasal 5 huruf b dan Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 Junto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
(rel/gil)